IKM KEMENAG SUMBAWA

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1.     Latar Belakang

Pelayanan publik oleh aparatur Kemenag dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Begitu pula halnya dengan pelayanan di Bidang Keagamaan  yang diberikan oleh Kementerian Agama Kab. Sumbawa   beserta jajarannya yaitu KUA Kecamatan .  Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur Kemenag. Mengingat fungsi utama Kemenag bidang di Bidang Keagamaan  adalah melayani di Bidang Keagamaan  masyarakat maka Kementerian Agama Kab. Sumbawa   perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya.

 Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang‑undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu diukur indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Salah satu upaya guna meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Repbulik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu disusun Indeks Masyarakat (IKM) sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menegaskan bahwa penyelenggara berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara berkala.

Selain itu, data IKM akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasaan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan   pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Survei IKM bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas publik selanjutnya.

Pelayanan Publik dewasa ini yang dilakukan oleh Aparatur Pemerintah masih banyak dijumpai kelemahan-kelemahan, sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan mayarakat yang disampaikan melalui media massa dan secara perorangan, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap Aparatur Pemerintah.

Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain belum dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap pelayanan Bidang Keagamaan Kemenag Kab. Sumbawa  karena kualitas kinerja pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat antara lain banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca maupun media pengaduan lainnya, seperti Prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana pelayanan, sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu dan biaya) serta masih banyak jumpai praktek pungutan liar dan tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan. Dengan kata lain, penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Aparatur Kemenag Kab. Sumbawa    dalam berbagai sektor pelayanan, ternyata kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan.

Sejauh ini, kinerja pelayanan umum Pemerintah di mata masyarakat masih dipandang kurang memadai. Padahal di era otonomi daerah sekarang ini, lebih dekat dan memahami kebutuhan masyarakat serta lebih bersifat melayani. Oleh karena itu, diperluksn paradigma baru dan sikap mental yang berorientasi melayani, bukan dilayani. Selain itu, diperlukan pula pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan itu sendiri.

Mengingat fungsi utama Pemerintah adalah melayani masyarakat, maka Pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan publik.

Dalam rangka mengevaluasi kinerja pelayanan publik, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat. Oleh karena itu, pada tahun 2013 ini Tim Survey dan Pengolah Data Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pemerintah di Kabupaten Gunungkidul telah melakukan Pengukuran Indeks Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pada Unit pelayanan Bidang Keagamaan Kab. Sumbawa Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan diperlukan langkah strategis untuk mendorong upaya Perbaikan pelayanan publik melalui Pengukuran Indeks Kepuasaan Masyarakat.

  1.     Maksud dan Tujuan

Pengukuran  Indeks Kepuasan Masyarakat   Di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di Bidang Keagamaan  secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan ‑ kualitas pelayanan publik bidang di Bidang Keagamaan  selanjutnya. Bagi masyarakat, Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja unit pelayanan  di Bidang Keagamaan .

  1. Dasar Hukum
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
  3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat.
  4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik.
  5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
  6. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara 63/KEP/M2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
  7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Kop/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
  8. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
  9. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/118/M.PAN/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah.
  10. Sasaran
  11. Diketahuinya tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan bidang di Bidang Keagamaan di Kabupaten Sumbawa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  12. Penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna;
  13. Tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan di Bidang Keagamaan .
  14.     Ruang Lingkup

Survei IKM dilaksanakan terhadap pelayanan di Bidang Keagamaan  yang diselenggarakan oleh  Kementerian Agama Kab. Sumbawa dan 22 KUA Kecamatan  dan Madrasah Negeri  serta Penyelenggara Haji dan Umrah yang ada di Kabupaten Sumbawa Tahun 2014-2015.

  1. Pengertian Umum

 

Sesuai Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terdapat beberapa pengertian yang perlu dljelaskan yaitu :

  1. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah Data informasi tentang tingkat kepuasaan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.
  2. Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independent yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
  3. Pemberi Pelayanan Publik adalah pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.
  4. Penerima Pelayanan Publik adalah orang, masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan dunia usaha, yang menerima pelayanan dari aparatur penyelenggar pelayanan publik.
  5. Kepuasaan Pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik.
  6. Biaya Pelayanan Publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun) sebagai imbal jasa atas pemberian pelayanan publik, yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Unsur Pelayanan adalah Faktor atau aspek yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai variabel penyusunan indeks kepuasan masyarakat untuk mengetahui kinerja.
  8. Responden adalah penerima pelayanan publik yang pada saat pencacahan sedang berada di lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan.
  9. Manfaat

Dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat: sebagai  berikut:

  1. Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing‑masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan di Bidang Keagamaan di Kabupaten Sumbawa;
  2. Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan di Bidang Keagamaan di Kabupaten Sumbawa secara periodik;
  3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan;
  4. Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan di Bidang Keagamaan pada lingkup Kemenag  Kabupaten Sumbawa;
  5. Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan di Bidang Keagamaan  pada lingkup Kemenag Kabupaten Sumbawa dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan;
  6. Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan di Bidang Keagamaan di Kabupaten Sumbawa.
  7. Diketahuinya tingkat kinerja penyelengaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik.
  8. Adanya data perbandingan antara harapan dan kebutuhan dengan pelayanan melalui informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik.
  9. Diketahuinya tingkat kepuasan pelayanan melalui hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik.
  10. Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing­-masing unsur dalam penyelenggara pelayanan publik.
  11. Diketahuinya gambaran umum tentang kinerja unit pelayanan oleh masyarakat.
  12. Memudahkan pihak berwenang dalam mempertimbangkan guna penetapan kebijakan pada masa yang akan datang.
  13. Munculnya persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan.
  14. Sebagai sarana pengawasan bagi masyarakat terhadap kinerja pelayanan Unit pelayanan Kemenag Kab, Sumbawa
  15. Diketahuinya Indeks Kepuasan Masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada Unit pelayanan Kemenag Kab. Sumbawa
  1. Hasil Yang Diharapkan

Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah tersedianya data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang dilaksanakan oleh Unit pelayanan Bidang Keagamaan Kemenag Kab. Sumbawa  melalui nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), atribut layanan yang dianggap penting oleh masyarakat serta saran-saran masyarakat untuk perbaikan pelayanan.

  1. Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan “reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:

  1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
  2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
  3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya);
  4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
  5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
  6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian  dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;
  7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
  8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
  9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;
  10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
  11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
  12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
  13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;
  14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko‑resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

BAB II

 

MEKANISME PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT

 

  1. Persiapan

Pelaksanaan kegiatan pengukuran Indeks Kepuasan masyarakat unit pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa dilaksanakan oleh Sub Bagian Tata Usaha  dengan melibatkan 22 KUA Kecamatan . Adapun langkah – langkah yang dilakukan pada tahap persiapan ini meliputi :

  1. Penyiapan bahan.
  2.      Kuesioner

Dalam penyusunan IKM digunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpulan data kepuasan masyarakat penerima pelayanan. Kuesioner yang digunakan mengacu kepada ketentuan yang ada. Total quesioner adalah 3.450 lembar dengan  rincian :

  • 300 lembar quesioner untuk 22 KUA Kecamatan (masing-masing KUA Kecamatan  150 lembar)
  • 150 lembar quesioner untuk kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa Kabupaten Sumbawa.
  1. Bagian dari Kuesioner

                       Kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu:

Bagian I       :  Identitas responden meliputi usia, jenis kelamin,    pendidikan dan pekerjaan, yang berguna untuk menganalisis profil responden dalam penilaiannya terhadap unit pelayanan   instansi Kemenag.

    Bagian II     :  Identitas pencacah, berisi      data pencacah. (apabila kuesioner  diisi oleh masyarakat, bagian ini tidak diisi).

   Bagian III    :  Mutu pelayanan di Bidang Keagamaan  adalah             pendapat penerima, atas  pelayanan  yang memuat kesimpulan atau pendapat responden terhadap         unsur‑unsur pelayanan yang dinilai.

  1.    Bentuk Jawaban

Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap unsur pelayanan secara umum mencerminkan tingkat kualitas pelayanan, yaitu dari yang sangat baik sampai dengan tidak baik. Untuk kategori tidak baik diberi nilai persepsi 1, kurang baik diberi nilai persepsi 2, baik diberi nilai 3, sangat baik diberi nilai persepsi 4.

                       Contoh :

Penilaian terhadap unsur prosedur pelayanan.

 1) Diberi nilai 1 (tidak mudah) apabila pelaksanaan prosedur pelayanan tidak sederhana, alumya tidak mudah, loket terlalu banyak, sehingga prosesnya tidak efektif

2)   Diberi nilai 2 (kurang mudah) apabila pelaksanaan prosedur pelayanan masih belum mudah, sehingga prosesnya belum efektif.

3)   Diberi nilai 3 (mudah) apabila pelaksanaan prosedur pelayanan dirasa mudah, sederhana, tidak berbelit­belit tetapi masih perlu diefektifkan.

      4)    Diberi nilai 4 (sangat mudah) apabila pelaksanaan prosedur pelayanan dirasa sangat mudah, sangat sederhana, sehingga prosesnya mudah dan efektif.

  1. 2.      Penetapan Responden, Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data
  2.      Jumlah Responden

Responden adalah semua pengunjung KUA Kecamatan  dan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa yang dipilih secara acak yang ditentukan sesuai dengan cakupan Wilayah masing‑masing KUA Kecamatan  dan Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa. Untuk memenuhi akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima layanan, dengan dasar (“Jumlah unsur” + 1) x 10 = jumlah responden (14 +1) x 10 = 150 responden.

  1.      Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di dalam gedung KUA Kecamatan  pada bulan November 2014-2015.

  1.      Penyusunan Jadwal.

 Penyusunan indeks kepuasan masyarakat diperkirakan memerlukan waktu selama I (satu) bulan dengan rincian sebagai berikut:

  1.      Persiapan, 6 hari kerja;
  2.      Pelaksanaan pengumpulan data, 6 hari kerja

­c.      Pengolahan data indeks, 6 hari kerja

  1.      Penyusunan dan pelaporan hasil, 6 hari kerja.
  2.     Pelaksanaan Pengumpulan Data
  3.    Pengumpulan data

           Untuk memperoleh data yang akurat dan obyektif, perlu ditanyakan kepada masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang telah ditetapkan.

  1.    Pengisian kuesioner

         Pengisian kuesioner dapat dilakukan dengan salah satu dari    kemungkinan dua cara sebagai berikut :

  1. Dilakukan, sendiri oleh penerima layanan dan hasilnya dikumpulkan di tempat yang telah disediakan.
  2.  Dilakukan oleh pencacah melalui wawancara
  3.     Pengolahan Data
  4.  Metode pengolahan data

Nilal IKM dihitung dengan menggunakan “nilai rata‑rata tertimbang” masing‑masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut:

Bobot nilai rata – rata tertimbang = Jumlah Bobot = 1 = 0,071
Jumlah Unsur 14

 Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata‑rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:

IKM  = Total dari Nilai Persepsi Per Unsur x Nilai penimbang
Total unsur yang terisi

 Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 ‑ 100 maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus sebagai berikut:

IKM Unit pelayanan x 25

Tabel Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan

NILAI

PERSEPSI

NILAI INTERVAL

IKM

INILAI INTERVAL KONVERSI IKM MUTU

PELAYANAN

KINERJA UNIT PELAYANAN
1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik
2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik
3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik
4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik
  1.      Perangkat pengolahan
  2.      Pengolahan dengan komputer

Data entry dan penghitungan indeks dilakukan dengan program komputer/ sistem data base.

  1. Pengujian Kualitas Data

Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalam masing‑masing kuesioner, disusun dengan mengkompilasikan data responden’ yang dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan utama.  Informasi ini digunakan untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis obyektivitas.

  1.     Laporan Hasil Penyusunan Indeks

 Hasil akhir kegiatan penyusunan indeks kepuasan masyarakat dari unit pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa, disusun dengan materi utama sebagai berikut:

  1.      Indeks per unsur pelayanan

 Berdasarkan hasil penghitungan indeks kepuasan masyarakat, jumlah nilai dari setiap unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata‑rata setiap unsur pelayanan. Sedangkan nilai indeks komposit (gabungan) untuk setiap unit pelayanan, merupakan jumlah nilai rata‑rata dari setiap unsur pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama, yaitu 0,071.

 Contoh:

Apabila diketahui nilai rata‑rata unsur dan masing‑masing unit pelayanan adalah sebagaimana tabel berikut

 NO UNSUR PELAYANAN NILAI

UNSUR

PELAYANAN

Prosedur Pelayanan 3,45
Persyaratan Pelayanan 2,65
Kejelasan petugas pelayanan 3,53
Kedisiplinan petugas pelayanan 2,31
Tanggung jawab petugas pelayanan 1,55
Kemampuan petugas pelayanan 3,12
Kecepatan pelayanan 2,13
Keadilan mendapatkan pelayanan 2,43
Kesopanan dan keramahan petugas petugas 3,21
Kewajaran biaya pelayanan 1,45
Kepastian biaya pelayanan 1,93
Kepastian jadwal pelayanan 2,31
Kenyamanan lingkungan 3,03
Kenyamanan pelayanan 1,56

 Maka untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara sebagai berikut:

(3,45 x 0,071) + (2,65 x 0,071) + (3,53 x 0,071) + (2,31 x 0,071) (1,55 x 0,071) + (3,12 x 0,071) + (2,13 x 0,071) + (2,43 x 0,071) (3,21 x 0,071) + (1,45 x 0,071) + (1,93 x 0,071) + (2,31 x 0,071) (3,03 x 0,071) + (1,56 x 0,071) = Nilai indeks adalah 2,462

 Dengan demikian nilai indeks unit pelayanan hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1.      Nilai IKM setelah dikonversi = Nilai Indeks x Nilai Dasar

         = 2,462 x 25 = 61,55

  1.      Mutu pelayanan C.
  2.      Kinerja unit pelayanan Kurang Baik.
  3.     Prioritas peningkatan kualitas pelayanan

Dalam peningkatan kualitas pelayanan, diprioritaskan pada unsur   yang mempunyai nilai paling rendah, sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan.

  1. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN MEKANISME PELAPORAN HASILPENILAIAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT
  2. Setiap KUA Kecamatan dan Kantor Kementerian Agama   Sumbawa Kabupaten Sumbawa akan melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat IKM).
  3. Secara berkala Kepala KUA Kecamatan melaporkan hasil pemantauan kinerja unit pelayanan kepada Kepala  Kementerian Agama Kab. Sumbawa Kabupaten Sumbawa, sebagai bahan penyusunan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan di Bidang Keagamaan  di unit kerja masing-masing.
  4. Dalam rangka peningkatan transparansi hasil penyusunan IKM unit pelayanan, rencana dan tindak lanjutnya akan dipublikasikan kepada masyarakat baik melalui .

BAB III

ANALISA POTENSI DAN PERMASALAHAN

Dalam pandangan birokrasi, eksistensi sebuah perencanaan strategik atau yang lazim disebut Rencana Strategis (RENSTRA) adalah niscaya adanya, mengingat arah pembangunan dan indikator ketercapaian tujuan suatu program yang telah dirumuskan tidak akan dapat di ukur tanpa parameter yang jelas. Selain itu juga, penyusunan suatu perencanaan (Planning)sudah barang tentu berdasarkan analisa dan kajian yang cukup selektif dan obyektif, dengan mempertimbangkan aspek  potensi, tujuan, kebutuhan, permasalahan, kemampuan serta parameter pencapaian yang bersifat indikatif. Oleh karenanya dalam Rencana Strategis (Renstra) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa ini, akan diuraikan hal – hal sebagai berikut :

  1. Analisa Potensi dan Permasalahan Keagamaan di Kabupaten Sumbawa
  2. Visi, Misi dan Tujuan serta Tugas dan Fungsi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa
  3. Sasaran Strategis Kantor Kementerian Agama Kabupaten SumbawaTahun 2015 – 2019
  4. Arah Kebijakan dan Strategi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa.
  5. Serta ikhtisar (ringkasan) program kerja dalam bentuk Matrik Kinerja Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa Tahun 2015 – 2019.

Dengan memuat aspek – aspek kajian sebagaimana yang disebutkan diatas,  paling tidak terdapat gambaran yang jelas tentang eksistensi, potensi dan cita – cita  besar Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa dalam memainkan perannya, sebagai institusi yang berkonsentrasi di bidang pembangunan keagamaan khususnya dan bagaimana mempersiapkan generasi bangsa yang cerdas secara intelektual, cerdas secara emosional dan cerdas secara spiritual, menuju pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sesuai amanat Undang – Undang dan cita – cita Nasional.

 

 

 

 

  1. Analisa Potensi dan Permasalahan
  2. Kehidupan Beragama
  3. Peningkatan Kualitas Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan

Masyarakat Sumbawa adalah masyarakat agamis, dimana semua penduduknya telah memeluk agama dan sebagian besar beragama Islam,  hal ini berarti pembangunan aspek mental dan moral ummat memiliki ruang yang sangat lebar bila di bangun melalui pintu agama, dalam arti pendekatan konsep dan doktrin keagamaan sangat efektif dan memiliki peran strategis dalam membangun karakter dan etika masyarakat. Selain itu juga, realitas menunjukkan bahwa terkadang masyarakat relatif lebih cepat sadar dan termotivasi bila disentuh melalui doktrin – doktrin keagamaan.  Partisipasi para tokoh agama dalam membangun moral ummat amat menggembirakan, hal ini terlihat dari tingginya partisipasi para tokoh tersebut dalam menyampaikan doktrin – doktrin religiusitas dalam berbagai media, baik melalui majelis ta’lim, majelis dakwah, penyuluhan keagamaan, dan kegiatan keagamaan lainnya yang di lakukan secara swadaya dan swakarsa bahkan swadana. Kondisi ini menjadi potensi yang cukup besar dalam pembangunan ummat.

Namun demikian di tengah tingginya semangat ummat dalam menanamkan doktrin keagamaan, angka kriminal masih merangkak naik, seolah penyebaran dan penanaman nilai – nilai doktrin belum memberikan pengaruh yang signifikan dalam penataan moral ummat. Belum lagi fenomena sosial keagamaan yang terjadi akhir – akhir ini yang cenderung merusak tatanan nilai religi yang sudah terformulasi ideal dan konfrehensif, dimana menjamurnya aliran pemikiran radikal bahkan menyesatkan kian merasuki ranah mental spiritual ummat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi ummat beragama terutama ummat Islam khususnya. Pemerintah telah berupaya maksimal dalam merespon fenomena ini dengan menerbitkan berbagai regulasi dan kebijakan sebagai solusi alternatif dalam penyelesaian problematika keummatan ini, namun belum sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Dengan demikian maka posisi strategis Kementerian Agama selaku institusi yang paling berkompeten dalam menyikapi persoalan keagamaan, sangatlah tepat bila terus berinovasi dan mencari formulasi yang lebih tepat dalam menjawab kebutuhan masyarakat di bidang keagamaan dengan menyusun program dan kebijakan yang relevan, terukur dan terjangkau.

  1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Keagamaan

Dalam memberikan pelayanan publik pada prinsifnya institusi manapun pasti ingin memberikan pelayanan prima (exelen service), karena itu merupakan doktrin bagi setiap aparatur negara, agar supaya memberikan pelayanan yang sebaik – baiknya kepada masyarakat. Namun demikian, keluh kesah di masyarakat masih saja terdengar tidak puas,  hal ini memang realitas yang tidak dapat dibantah, instansi manapun tidak pernah sunyi dari kritik, termasuk Kantor Kementerian Agama di dalamnya, semua itu adalah merupakan bentuk empati dari masyarakat terhadap pimpinannya, adalah sangat wajar bila ada yang puas dan tidak puas, senang dan tidak senang, suka dan tidak suka dan seterusnya, karena tidak mungkin kita memaksa semua orang harus merasa suka dan puas, mengingat keterbatasan personil dan kemampuan aparatur di bandingkan populasi masyarakat yang begitu banyak dan jangkauan layanan yang begitu luas. Akan tetapi Pemerintah termasuk institusi Kementerian Agama di dalamnya, tidak pernah berhenti berikhtiar untuk mewujudkan pelayanan yang sebaik – baiknya kepada masyarakat. Berbagai regulasi (peraturan) telah diterbitkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat khususnya pelayanan di bidang keagamaan, di antaranya : Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang – Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama dan Peraturan – Peraturan lainnya. Keseluruhan regulasi dan peraturan itu di hajatkan untuk menata dan memenuhi kebutuhan masyarakat di berbagai bidang tertentu secara ideal dan normatif. Selain itu juga sebagai pedoman dasar bagi aparatur dalam memberikan layanan keagamaan kepada masyarakat secara benar dan legal. Seiring dengan digulirkannya berbagai regulasi tersebut dan penyiapan tenaga layanan mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat yang paling bawah, seperti tenaga penyuluh honorer maupun sukarela yang terus berjuang di tengah masyarakat, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan layanan keagamaan bagi masyarakat. Semua itu menjadi potensi bagi Kantor Kementerian Agama untuk terus memperbaiki kualitas layanan kepada masyarakat di bidang keagamaan.

Berbagai potensi yang ada, diyakini dapat menjawab keluhan baik diinternal institusi maupun masyarakat diluar Kantor Kementerian Agama, karena dalam realitas emperis permasalahan yang ada, bukan saja terdapat pada persepsi masyarakat umum, melainkan  di internal aparaturpun masih memerlukan penataan dan perbaikan. Beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan antara lain :

Pertama : Jumlah tenaga penyedian layanan keagamaan yang ada sudah cukup besar, akan tetapi bila dilihat dari tingkat distribusi dan rasio kecukupan tenaga yang tersedia dibandingkan dengan jumlah kebutuhan yang ideal masih jauh dari memadai

Kedua : Berkembangnya persepsi dikalangan masyarakat tentang masih rendahnya dukungan pemerintah kepada aparatur penyedia layanan keagamaan, seperti para tenaga pembimbing dan penyuluh keagamaan, terutama tenaga penyuluh honorer. Sementara mereka mengemban tugas pelayanan yang tidak ringan.

Ketiga : Masih munculnya keluhan masyarakat menyangkut kualitas pelayanan administrasi keagamaan, seperti besaran biaya nikah, prosedur pengurusan administrasi yang terkesan terlalu birokratis dan terkadang berbelit – belit serta masih adanya pungli.

Keempat : Kompetensi dan profesionalisme aparatur penyedia layanan perlu terus ditingkatkan, sebagai ikhtiar nyata dalam rangka mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat dan bertanggung jawab.

Kelima  : Masih rendahnya penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) diberbagai bidang pelayanan.

Keenam :  Masih munculnya anggapan disebagian masyarakat, bahwa kebijakan institusi relatif masih terkesan pandang bulu dan tebang pilih, terutama dalam penentuan sasaran bantuan berupa dana maupun bentuk material lainnya untuk lembaga – lembaga sosial keagamaan.      

  1. Optimalisasi Pengelolaan Dana dan Asset Sosial Keagamaan

Dana dan asset sosial keagamaan adalah salah potensi strategis bila di kelola secara baik dan benar. Di antara dana dan asset sosial keagamaan yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai berikut :

  1. a.   Zakat dan wakaf, keduanya merupakan asset dan sumber dana yang dapat memberikan kontribusi yang sangat besar, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan ummat dan mengentaskan kemiskinan.  Sejumlah regulasi telah diterbitkan guna mengawal sekaligus sebagai pedoman dalam pengelolaannya, diantaranya: Undang – Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pendaftaran Administrasi Wakaf Uang. Keseluruhan regulasi tersebut dihajatkan sebagai media dan petunjuk normatif dalam pengelolaan asset ummat. Selain itu juga, dalam regulasi tersebut khususnya Undang – Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004, bukan hanya mengatur tata kelola zakat dan wakaf semata, melainkan juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengelola zakat dan wakaf secara mandiri dan indefenden berupa Badan Amil Zakat (BAZ) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Hal ini dimaksudkan agar supaya pengelolaan zakat dan wakaf benar – benar dapat dilakukan secara maksimal, produktif, profesional dan akutable.
  2. Infaq dan sadaqah. Masih tingginya animo masyarakat berpartipasi dalam hal berinfaq dan bersadaqah, sesunggunya merupakan potensi yang tidak kalah besarnya di bandingkan dengan zakat dan wakaf. Hal ini terbukti dimana sebagian besar sarana sosial keagamaan seperti sarana ibadah dan lembaga – lembaga pendidikan keagamaan seperti madrasah dan pondok pesantren, sebagian besar dibangun secara swadaya dan swadana oleh masyarakat melalui media transaksi amal jariah berupa infaq dan sadaqah. Peran dan posisi pemerintah ditengah – tengah tingginya angka partisipasi masyarakat tersebut, diharapkan sebagai motivator dan pembina serta pengawas guna mengarahkan segala potensi tersebut untuk mewujudkan pembangunan ummat seutuhnya.
  3. Dan potensi – potensi lainnya yang masih membutuhkan kreatifitas dalam penggalian sumber – sumber alternatif.   

Terlepas dari potensi yang ada, namun dilain pihak terdapat sejumlah permasalahan dalam hal pengelolaan dana dan asset sosial keagamaan tersebut, diantaranya :

Pertama: Masih terdapatnya persepsi yang keliru ditengah – tengah masyarakat, dimana fungsi dana dan asset sosial keagamaan hanya diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan penganut agama yang bersangkutan. Sumber – sumber ekonomi keagamaan belum dapat dimanfaatkan bagi masyarakat secara lintas agama.

 

Kedua: Masih berkembangnya sikap “curiga” sebagian masyarakat terhadap usaha – usaha pemerintah dalam meningkatkan mutu pengelolaan sumber – sumber ekonomi produktif keummatan. Persepsi ini kerap kali muncul apabila pemerintah mencoba merancang kebijakan dan program untuk mengoptimalkan pengelolaan dana dan asset sosial keagamaan, cenderung dianggap terlalu jauh intervensi dalam masalah ibadah.

 

Ketiga : Pola distribusi zakat selama ini relatif lebih bersifat konsumtif, sehingga peran strategisnya dalam meningkatkan kesejahteraan ummat dan pengentasan kemiskinan secara permanen tidak signifikan. Karenanya barangkali sudah saatnya dirumuskan satu formulasi konsep yang lebih baik dalam pengelolaan zakat kearah yang produktif, sehingga peran dan kontribusi asset sosial keummatan berupa zakat benar – benar dapat menjadi pilar alternatif dalam membangun kekuatan ekonomi ummat.

  1. Pemberdayaan Lembaga Sosial Keagamaan

Keberadaan lembaga sosial keagamaan merupakan pilar penyangga paling vital keberlangsungan kegiatan sosial keagamaan. Di kabupaten Sumbawaterdapat cukup banyak lembaga sosial keagamaan, seperti Pondok Pesantren, Yayasan Pendidikan Keagamaan, Panti Asuhan, Asuhan Keluarga, Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten, Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB), Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKSPP) dan lain sebagainya. Di samping itu juga, terdapat organisasi masa seperti Nadlatul Wathan (NW), Nahdlatul Ulama’ (NU), Muhammadiyah dan lain sebaginya. Selama ini Kementerian Agama menjalin komunikasi yang cukup baik dan harmonis dengan ormas – ormas tersebut. Hal ini merupakan asset potensial yang dapat dikembangkan dalam upaya mengembangkan sumber daya ummat. Mengingat keneradaan lembaga – lembaga tersebut mempunyai komunitas konstituen tersendiri yang dapat digerakkan kearah yang lebih maju dan mandiri. Kementerian Agama Kabupaten Sumbawamemiliki posisi strategis dalam membina dan mendorong kemajuan perkembangannya. Namun demikian keberadaan lembaga – lembaga sosial keagamaan yang ada, tidak lepas dari berbagai problematika yang menjadi kendala dalam pengembangannya. Secara umum beberapa kendala dan permasalahan yang terdapat didalamnya dapat di uraikan sebagai berikut, di antaranya :

Pertama : Pengelolaan program – program lembaga terkesan belum sepenuhnya mandiri, melainkan masih banyak bergantung kepada pemerintah. Dengan demikian pemerintah masih sangat perlu memberikan perhatian dan support dalam berbagai bentuk.

 

Kedua : Sebagian lembaga sosial keagamaan, terutama pondok pesantren masih mnerapkan manajemen tradisonal dan cenderung insidental. Belum sepenuhnya menarapkan konsep manajemen ideal, yang meliputi Perencanaan (Planning), Pengonisasian (organizing), Pelaksanaan (actuating), Pengawasan (controling) dan  Penilaian (evaluating).

 

Ketiga : Lembaga – lembaga sosial keagamaan yang ada masih perlu penataan ekonomi lembaga kearah yang lebih produktif dan permanen, guna menjaga stabilitas dan keberlangsungan program – program yang telah direncanakan.

  1. Kerukunan Ummat Beragama

Kerukunan ummat beragama adalah asset dan modal sosial yang sangat potesnial untuk mewujudkan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, maka ketika modal dan asset ini tidak dikelola dengan baik, maka sudah barang tentu kerapuhan dalam kerukunan tidak dapat dihindari. Sejumlah kerangka regulasi untuk mewujudkan kerukunan ummat beragama dapat dijadikan landasan yuridis oleh pemerintah terutama Kementerian Agama dalam memainkan perannya selaku pengayom dan pelindung ummat beragama. Diantara perangkat aturan yang telah tersedia adalah Petraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006. Selain kerangka regulasi, keberadaan lembaga Forum Komunikasi Ummat Beragama (FKUB) juga bagian dari instrumen strategis yang dapat diperankan secara baik dalam upaya menuju kerukunan ummat beragama, baik inter maupun antar ummat beragama.

Dilain pihak, sejumlah permasalahan yang ditengarai dapat menghambat kerukunan ummat beragama, diantaranya :

 

Pertama : Masih adanya persepsi sebagian masyarakat bahwa program peningkatan kerukunan ummat beragama yang dikembangkan cenderung bersifat elitis, artinya program tersebut baru menyentuh lapisan masyarakat elit saja (tokoh agama dan lembaga keagamaan), belum menjangkau lapisan masyarakat bawah.

 

Kedua : Upaya penciptaan dan pemiliharaan kerukunan ummat beragama selama ini lebih menekankan pada pendekatan struktural formal dari pada pendekatan kultural yang lebih mengapresiasi peranan dan partipasi masyarakat serta mempertimbangkan kearifan lokal.

 

Ketiga : Masih terdapatnya sebagian penerang/juru dakwah yang menyampaikan materi penyiaran agama dengan mengabaikan realitas sosial yang plural (majemuk).

 

Keempat : Konflik sosial yang muncul ditengah masyarakat terkadang mengatasnamakan agama.      

  1. Pendidikan Raudlatul Atfhal, Madrasah, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Pendidikan Raudlatul Athfal, Madrasah Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, merupakan pilar penting pembangunan pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berakhlaq mulia. Sejumlah potensi untuk dibidang pendidikan agama dan keagamaan yang dapat dikembangkan antara lain :

 

Pertama : Adanya kerangka ragulasi PP Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Penerapan standar pelayanan dan evaluasi pendidikan agama, serta peningkatan pembinaan terhadap lembaga pendidikan keagamaan yang berkembang di masyarakat. Potensi yuridis ini perlu didukung dan ditindak lanjuti dalam bentuk kebijakan turunan sebagai pedoman pelaksanaan.

Kedua : Peningkatan mutu, akses dan daya saing pendidikan Raudlatul Athfal, Madrasah, Perguruan Tinggi Agama, Pendidikan agama dan Pendidikan keagamaan merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang mendapat dukungan masyarakat luas.

 

Ketiga : Besarnya dukungan kebijakan dibidang anggaran yang dialokasikan untuk bidang pendidikan.

 

Keempat : Tingginya animo masyarakat dalam berperan serta di bidang pendidikan agama dan keagamaan, hal ini terbukti dengan banyaknya lembaga pendidikan agama dan keagamaan berupa madrasah dan pondok pesantren yang dibangun/didirikan oleh masyarakat secara swadaya.

Namun demikian disisi lain terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi dan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas Pendidikan Raudlatul Athfal, Madrasah, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, antara lain : Masih terdapatnya kesenjangan antara Pendidikan Raudlatul Athfal, Madrasah, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dengan lembaga pendidikan lainnya, terutama dalam hal penyediaan daya dukung pendanaan dan penyediaan tenaga pendidik yang profesional. Selain itu juga sebagian besar lembaga pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, yang berada dibawah binaan Kantor Kemneterian Agama  Kabupaten Sumbawa, sebagian besar berstatus swasta dengan daya dukung yang sangat terbatas.

  1. Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Penyelenggaraan ibadah haji merupakan salah satu satu program prioritas pembangunan dibidang agama dan sering kali diposisikan sebagai salah satu indikator kinerja Kementerian Agama. Penyelenggraan ibadah haji dari tahun ke tahuan terus mengalami peningkatan, terutama dari segi kuantitas, animo masyarakat untuk menunaikan ibadah haji semakin tinggi, hal ini dapat dilihat dari jumlah kuota pemberangkatan pada setiap tahunnya jauh lebih sedikit dibanding jumlah jamaah yang mendaftar, sehingga adalah sangat wajar kalau sebagian masyarakat yang mendaftar tahun ini (2011) harus rela mengantri hingga tahun 2017 untuk diberangkatkan.

Sejumlah potensi yang dapat mendukung upaya peningkatan mutu penyelenggaraan ibadah haji, antara lain :

 

Pertama : Tersedianya peraturan perundang – undangan seperi UU Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai penyempurnaan dari UU Nomor 17 Tahun 1999 yang menjadi acuan bagi upaya peningkatan kualitas pembinaan, pelayanan dan perlindungan bagi jamaah haji.

 

Kedua : Dana setoran awal BPIH dapat dimanfaatkan untuk mendukung penyelenggaraan haji, sehingga lebih bermanfaat bagi jamaah dan kesejateraan ummat. Untuk itu diperlukan undang – undang / aturan yang mengatur pengelolaan dana haji yang memberikan peluang investasi dan jaminan keuangan.

 

Ketiga : Tingginya peran masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji yang direferentasikan dengan berkembangnya Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Dengan peran tersebut diharapkan terjadi peningkatan pelayanan bagi jamaah calon haji. Disamping itu juga terdapat peran serta Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas perjalanan ibadah umrah.

 

Keempat : Jaringan teknologi informasi yang berkembang pesat menjadi potensi penting dalam meningkatkan kualitas layanan penyelenggaraan ibadah haji. Perkembangan teknologi dan informasi dapat dimanfaatkan sebagai media efektif dan efesien dalam peningkatan kualitas berbagai bidang layanan.

Selain berbagai potensi yang dapat dimanfaatkan dibidang penyelenggaraan ibadah haji, juga terdapat beberapa permasalahan yang ditengarai dapat menghambat dibidang ini. Adapun permasalahan – permasalahan tersebut antara lain :

  1. Belum tersedianya peraturan perundang – undangan yang merupakan turunan dan petunjuk teknis pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, .
  2. Masih lemahnya kontrol dan penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO), khususnya yang berkaitan dengan pelayanan pendaftaran, akomodasi, transportasi, katering, bimbingan, kesehatan, kemanan dan perlindungan jamaah.
  3. Pola rekrutmen dan pelatihan petugas haji belum sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pelayanan.
  4. Pelayanan penyelenggaraan ibadah haji belum sepenuhnya memperhatikan profil jamaah yang beragam dari segi latar belakang usia, pendidikan, etnis, bahasa dan budaya.   

  1. Tata Kelola Kepemerintahan

Penataan dan pengelolaan manajemen kepemerintahan yang bersih dan berwibawa, sebagaimana cita – cita besar Kementerian Agama adalah sangat penting untuk dilakukan dan harus dimulai dari sejak awal. Ikhtiar nyata menuju kearah pemerintahan yang baik (good goverment) perlu terus dikembangkan dari berbagai dimensi, mulai dari meningkatan kualitas sumber daya aparatur, pemenuhan kebutuhan dan media pendukung, penataan inprastruktur perkantoran dan ketersediaan sumber anggaran yang memadai. Berbagai potensi yang dapat dikembangkan dan dijadikan modal untuk menuju cita – cita mulia tersebut, antara lain : Komitmen aparatur Kementerian Agama untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efesien dan akuntable. Hal ini di tandai dengan keikutsertaan masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintah dalam berbagai dimensi. Potensi lainnya yang tidak kalah besarnya adalah terdapatnya satuan kerja dan personil Kementerian Agama hingga ketingkat kecamatan (Kantor Urusan Agama) bahkan kepedesaan seperti tenaga penyuluh PNS, honorer maupun sukarela, menjadi satu kekuatan besar dan terpadu bagi institusi untuk menerapkan kebijakan sekaligus sebagai media transpormasi informasi yang dapat di andalkan, meningat peran dan fungsi satuan kerja tersebut, tidak hanya sebatas tugas pelayanan melainkan juga sebagai penghubung antara pemerintah dengan masyarakat.

Sisi lain dari potensi yang ada, terdapat sejumlah permasalahan yang membutuhkan penanganan cermat dan tepat. Adapun beberapa persalahan dalam hal ini, diantaranya :

 

Pertama : Dengan satuan kerja (satker) dilingkungan Kementarian Agama dapat menimbulkan kendala koordinasi, pengawasan dan pembenahan sistem pelayanan kepada masyarakat. Kendala tersebut bukan hanya berdampak pada pelaksanaan tugas dan fungsi internal Kementerian Agama melainkan pula dalam pengembangan jaringan kelembagaan dengan lembaga pemerintah terkait lainnya.

 

Kedua : Sumber daya aparatur yang relatif masih terbatas, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Kondisi ini sangat mempengaruhi kinerja, terutama pada aspek pelayanan administrasi.

 

Ketiga : Masih rendahnya mutu pelaporan keuangan dan eksekusi anggaran, yang berdampak pada kulitas pelaporan yang kurang sempurna dan penumpukan program kerja di tengah dan akhir tahun anggaran.

 

Keempat : Belum tersedianya sistem manajemen informasi yang dapat mendukung tugas – tugas organisasi. Sistem yang dijalankan belum sepenuhnya mengacu pada upaya pelayanan informasi secara terpadu, menyeluruh sistemik dan berwawasan kedepan.

 

Kelima : Masih terdapatnya pelayanan dan mekanisme kerja yang belum memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

 

HASIL PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT

 

 

  1. GAMBARAN UMUM

 

Kementerian Agama Kantor  Kabupaten Sumbawa  merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Agama RI, mempunyai tugas membantu Menteri Agama dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan dibidang keagamaan di Kabupaten Sumbawa. Dalam menyelenggarakan sebagian tugas tersebut salah satu kewenangannya adalah penyusunan rencana strategis yang mengacu kepada kebijakan Kementerian Agama RI dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa  . Sebagai  lembaga instansi vertikal dalam menjalankan regulasi kebijakan diperlukan kerangka kerja sebagai konsekuensi pelaksanaan tugasnya. Dalam melaksanakan tugas dimaksud memiliki fungsi:

  • Perumusan Visi,misi dan kebijakan teknis dibidang pelayanan dan bimbingan kehidupan beragama kepada masyarakat di Kabupaten Sumbawa ;
  • Pembinaan, Pelayanan dan bimbingan, masyarakat islam, pelayanan haji dan umrah, pengembangan zakat dan wakaf, pendidikan agama dan keagamaan, pondok pesantren, pendidikan agama Islam pada masyarakat dan pemberdayaan masjid, serta urusan agama, pendidikan agama, sesuai peraturan perundang undangan;
  • Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan administrasi dan informasi;
  • Pembinaan kerukunan umat beragama;
  • Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian, dan pengawasan program;
  • Pelaksanaan hubungan dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas di Kabupaten Sumbawa. Pembangunan agama di Kabupaten Sumbawa diarahkan pada upaya memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika, pembinaan akhlak mulia, dan orientasi serta motivasi yang menjadi daya dorong dalam upaya mewujudkan masyarakat Kabupaten Sumbawa  yang religius, aman, damai dan sejahtera. Selain itu, pembangunan agama juga memiliki peran strategis dalam upaya mendukung terwujudnya masyarakat Sumbawa  yang memiliki kesadaran tinggi terhadap realitas multikultural dan memahami serta menghayati makna kemajemukan sosial, sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, harmonis, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap agama. Selain itu diarahkan pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan melalui : Pemerataan pendidikan, Peningkatan Mutu Pendidikan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
  1. Tujuan

Tujuan jangka panjang pembangunan bidang agama yang hendak dicapai oleh Kementerian Agama Sumbawa   adalah terwujudnya masyarakat Sumbawa Besar yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling menghormati antar pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  1. Strategi

Beberapa kebijakan yang ditempuh oleh Kantor Kementerian Agama Sumbawa  ,  guna mendukung pelaksanaan program, sebagai berikut :

  1. Meningkatkan pelayanan yang prima bagi kehidupan umat beragama melalui penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan kualitas SDM profesional dan berbudaya, sehingga tercipta pelayanan kehidupan beragama dengan baik;
  2. Meningkatkan pelayanan penghayatan moral dan etika keagamaan melalui pemberdayaan lembaga kegamaan, rumah ibadah, media dakwah dan para penyuluh agama;
  3. Meningkatkan kerukunan hidup umat beragama melalui pemberdayaan lembaga Agama dan pemberdayaan pranata keagamaan serta pengintensifan dialog keagamaan antar pemeluk agama, intern pemeluk agama dan antar pemeluk agama dengan pemerintah;
  4. Meningkatkan mutu pendidikan agama dan keagamaan melalui optimalisasi lembaga pendidikan formal, non formal dan informal pada masing-masing agama, sehingga out put pendidikan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan sejenis lainnya guna memenuhi tuntutan masyarakat dan dunia kerja;
  5. Meningkatkan pelayanan dan penyelenggaraan ibadah haji menuju haji mandiri;
  6. Meningkatkan mutu pelayanan publik dan peningkatan kualitas tata kelola kepemerintahan yang baik yang melalui peningkatan mutu aparatur guna menciptakan pelayanan yang prima terhadap masyarakat
  7. Meningkatkan mutu pelayanan publik dan peningkatan kualitas tata kelola kepemerintahan yang baik yang melalui peningkatan mutu aparatur guna menciptakan pelayanan yang prima terhadap masyarakat;
  8. Untuk mewujudkan pelaksanaan good governance secara konsisten dan sustainable (berkelanjutan) bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi good governance tersebut diarahkan pada upaya penciptaan aparatur yang bersih dan berwibawa. Untuk itu, jajaran birokrasi pemerintahan harus memahami esensi birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good governance yang dimaksud.

Ada  10 konsep birokrasi yang diterapkan oleh Kementerian Agama Sumbawa    sebagai berikut :

  1. Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi berperan sebagai katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri pembangunan tapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.
  2. Community-owned government : empower communities to solve their own problems, rather than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM dan sebagainya, perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.
  3. Competitive government :promote and encourrage competition, rather than monopolies”. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan. Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing dan terpaksa bekerja secara lebih profesional dan efisien.
  4. Mission-driven government : be driven by mission rather than rules”. Aparatur dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaianapa yang merupakan “misinya” dari pada menekankan pada peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan misinya.
  5. Result-oriented government : result oriented by funding outcomesrather than inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik. Instansi yang demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding instansi yang kinerjanya kurang.
  6. Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan mayarakat bukan kebutuhan dirinya sendiri.
  7. “ente prising government : concretrate on earning money rather than just speding it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat biaya. Dengan demikian para pegawai akan terbiasa hidup hemat.
  8. Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing crises. Aparatur dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada memadamkan kebakaran. Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati penyakit. Dengan demikian akan terjadi “mental swich” dalam aparat daerah.
  9. Decentralilazed government :decentralized authority rahter than build hierarcy. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari berorientasi hirarki menjadi partisipasif dengan pengembangan kerjasama tim. Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa untuk berkreasi dan mengambil inisiatif yang diperlukan.
  10. Market-oriented government : solve problemby influencing market forces  rather than by treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar. Pasokan didasarkan pada kebutuhan dan bukan sebaliknya. Untuk itu kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan
  1. Program Utama Penyelenggaraan Pemerintah  Bidang Agama
    1. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya kementerian agama dan FKUB di sumbawa
    2. Peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara kementerian agama di sumbawa besar
    3. Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur kementerian agama di sumbawa besar
    4. Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di sumbawa
    5. Peningkatan kualitas pendidikan islam di sumbawa
    6. Peningkatan pelayanan kua ,bimbingan masyarakat islam dan pembinaan syariah di sumbawa

  1. Outcome Program
    1. Meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan agama masyarakat
    2. Berkembangnya kehidupan sosial yang harmonis, rukun dan damai di kalangan umat beragama
    3. Meningkatnya kualitas pelayanan bagi umat beragama
    4. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan ibadah haji
    5. Terwujudnya optimalisasi potensi ekonomi yang dikelola oleh pranata keagamaan
    6. Meningkatnya kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan
    7. Meningkatnya kualitas kebijakan dan tata kelola kehidupan beragama

  1. Moto dan Motivasi Kerja

  1. Kerja itu suci

Kerja adalah penggilanku, aku sanggup bekerja benar

  1. Kerja itu sehat

Kerja itu aktualisasi, aku sanggup

  1. Kerja itu amanah

Kerja adalah tanggung jawabku, aku sanggup bekerja tuntas

  1. Kerja itu seni

Kerja adalah kesukaanku, aku sanggup bekerja kreatif

  1. Kerja itu ibadah

Kerja adalah pengabdianku, aku sanggup bekerja ikhlas

  1. Kerja itu mulia

Kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna

  1. Kerja itu anugrah

Kerja adalah kehidupanku, aku sanggup bekerja hebat

  1. Kerja itu kehormatanku

Kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul

  1. Kerja itu rahmat

Kerja adalah terimakasihku, aku sanggup bekerja giat

  1. Kerja itu investasi

Kerja adalah masa depanku, aku sanggup bekerja serius.

BAB V

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Kabupaten Sumbawa merupakan daerah yang memiliki luas wilayah 2.232,30 km2   dengan jumlah penduduk sebanyak 459.0835 jiwa.  Data Kecaamatan terdiri  dari 24 Kecamatan dan 82  . Jumlah KUA  yaitu sebanyak 22 KUA  .

Jumlah sarana di Bidang Keagamaan  meliputi : 10 Madrasah Negeri ( MIN, MTsN MAN ) , 22 KUA Kecamatan ,

Karakteristik responden dalam penyusunan IKM unit pelayanan di Bidang Keagamaan  tahun 2014-2015 dapat digambarkan sebagai berikut :

Dari di Sumbawa di atas diketahui bahwa  67%  adalah responden perempuan dan 33 % laki-laki. Umur responden terbanyak (37%) antara 41 sd 60 tahun dan sebagian besar (46%) pekerjaan responden  adalah petani dan pedagang. Bila dilihat dari aspek pendidikan yang ditamatkan, 30% responden adalah tamat SLTA.

BAB VI

PEROLEHAN  INDEKS   PER UNSUR  PELAYANAN BIDANG KEAGAMAAN

 

Berdasarkan hasil pengolahan data IKM unit pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa tahun 2014-2015  yang mengacu kepada Kepmenpan Nomor 25/M.PAN/2/2004, indeks per unsur pelayanan meliputi :

INDEKS MASING-MASING INDIKATOR
UNIT PELAYANAN DI BIDANG KEAGAMAAN  TAHUN 2014-2015
NO INDIKATOR IKM NILAI
1 Prosedur Pelayanan 73.23
2 Persyaratan Pelayanan 72.53
3 Kejelasan petugas pelayanan 73.19
4 Kedisiplinan petugas pelayanan 71.23
5 Tanggung jawab petugas pelayanan 73.43
6 Kemampuan petugas pelayanan 73.22
7 Kecepatan pelayanan 71.00
8 Keadilan mendapatkan pelayanan, 72.95
9 Kesopanan dan keramahan petugas 73.12
10 Kewajaran biaya pelayanan 73.40
11 Kepastian biaya pelayanan 74.34
12 Kepastian jadwal pelayanan 73.07
13 Kenyamanan lingkungan 72.73
14 Keamanan Pelayanan 74.18

Adapun gambaran unit pelayanan berdasarkan masing-masing indikator dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 1

Kab. Sumbawa

KUA Ropang

KUA B. Lanteh

KUA  Plampang

KUA Moyo Hilir

KUA Rhee

KUA Buer

KUA O. Telu

KUA Lunyuk

KUA Unter Iwes

KUA Labadas

KUA M. Utara

KUA Lopok

MTsN Sbw

KUA Maronge

KUA Empang

KUA Tarano

KUA Sumbawa

KUA Alas

KUA Utan

KUA Alas Brt

KUA Labangka

KUA Tarano

MAN Sbw

KUA  Lape

Prosedure Pelayanan Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Prosedur pelayanan menggambarkan kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.  Dari grafik 1 di atas diketahui bahwa rata-rata nilai IKM Prosedur Pelayanan di Lingkungan  Kementerian Agama Kab. Sumbawa   yaitu  3.05. Nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa  (3.37)  dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang  (2.52).  Data tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan prosedur pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kantor Kementerian Agama Kab. Sumbawa dan 22 KUA Kecamatan serta 2 Madrasah  Negeri   di kabupaten Sumbawa sudah dirasa mudah, sederhana dan  tidak berbelit ­belit. Hal ini secara keseluruhan dapat dibuktikan bahwa di KUA Kecamatan  tersebut di tempat-tempat strategis seperti di Ruang tunggu   dipajang alur pelayanan  . Akan tetapi dilihat dari perbedaan antara nilai tertinggi dan nilai terendah yang cukup berbeda jauh, maka perlu upaya untuk lebih mengefektifkan alur pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa.

Kab. Sumbawa

KUA Ropang

KUA B. Lanteh

KUA Plampang

KUA Moyo Hilir

KUA Rhee

KUA Buer

KUA O. Telu

KUA Lunyuk

KUA Unter Iwes

KUA Labadas

KUA M. Utara

KUA Lopok

MTsN Sbw

KUA Maronge

KUA Empang

KUA Tarano

KUA Sumbawa

KUA Alas

KUA Utan

KUA Alas Brt

KUA Labangka

KUA Tarano

MAN Sbw

KUA  Lape

Nilai IKM Berdasarkan Persyaratan Pelayanan Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

.

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Persyaratan pelayanan menggambarkan persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. Dari grafik 2 di atas diketahui bahwa nilai IKM berdasarkan persyaratan pelayanan Pelayanan Bidang Keagamaan   Kemenag Sumbawa adalah 3.02 dengan nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa  (3.35) dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang (2.47). Di Kabupaten Sumbawa setiap pelayanan di Bidang Keagamaan  yang diberikan kepada masyarkat mempunyai syarat teknis dan administratif yang sudah jelas. Khusus persyaratan yang menyangkut retribusi sudah diatur dengan Peraturan Daerah (Perda). Nilai 3.02 untuk persyaratan pelayanan menyimpulkan bahwa persyaratan pelayanan di Bidang Keagamaan  di Lingkungan  Kementerian Agama Kab. Sumbawa Kabupaten Sumbawa sudah dirasa mudah oleh masyarakat, akan tetapi perlu informasi yang lebih jelas oleh petugas kepada masyarakat terutama di KUA Kecamatan  Ropang  mengingat adanya kesenjangan yang cukup jauh dengan KUA Kecamatan  lainnya. Sementara persyaratan yang diberlakukan sama bagi semua unit pelayanan di Bidang Keagamaan  (KUA Kecamatan ).

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kejelasan Petugas Pelayanan menggambarkan keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). Dari grafik  3 di atas diketahui bahwa nilai IKM berdasarkan kejelasan petugas pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 3.05 dengan nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa (3.45) dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang  (2.55). Nilai tersebut menggambarkan bahwa kejelasan petugas pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa dikategorikan baik walaupun ada beberapa KUA Kecamatan  berada pada garis rendah. Di Kabupaten Sumbawa, masing-masing KUA Kecamatan  sudah memiliki prosedur tetap dalam hal kejelasan petugas pelayanan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kewajiban bagi petugas pelayanan untuk memakai Seragam Kedinasan  dan memakai papan nama serta lambang Kemenag . Bahkan di tingkat KUA Kecamatan  pakaian dinas tersebut sudah mengatur kepada warna jilbab bagi petugas perempuan. Di masing-masing ruang pelayanan juga sudah dipasang papan informasi yang menunjukkan jenis ruang pelayanan beserta petugas yang bertanggung jawab.

Nilai IKM Berdasarkan Kedispilanan Petugas  Pelayanan Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kedisiplinan Petugas Pelayanan menggambarkan kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Dari grafik  4 di atas diketahui bahwa nilai IKM berdasarkan kedisiplinan petugas pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 2.97 dengan nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa (3.31) dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang  (2.49). Secara umum nilai ini termasuk kategori baik, akan tetapi  perlu perhatian terhadap KUA Kecamatan  dengan nilai kedisiplinan terendah yaitu KUA Kecamatan  Ropang  karena walaupun berada pada kategori baik akan tetapi sudah di garis rendah.

Nilai IKM Berdasarkan Tanggung Jawab Petugas   Pelayanan Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Tanggung jawab petugas Pelayanan menggambarkan kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Dari grafik  5 di atas diketahui bahwa nilai rata-rata IKM berdasarkan tanggung jawab petugas pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 3.06 dengan nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa (3.45) dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang  (2.69). Kejelasan kewenangan dan tanggung jawab petugas tentunya diukur dengan jumlah dan jenis tenaga di Bidang Keagamaan  yang memberikan pelayanan di KUA Kecamatan . Di  Kementerian Agama Kab. Sumbawa Kabupaten Sumbawa pemenuhan jumlah dan jenis tenaga pelayanan di Bidang Keagamaan  merupakan salah satu program prioritas dalam meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat. Lebih dari itu,  Kementerian Agama Kab. Sumbawa Kabupaten Sumbawa juga berupaya meningkatkan jenjang pendidikan petugas yang memberikan pelayanan dengan mengirim peserta tugas belajar baik untuk D3, D4, S1, S2 maupun program dokter spesialis.

Nilai IKM Berdasarkan Kemampuan  Petugas   Pelayanan Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kemampuan petugas pelayanan menggambarkan tingkat keahlian  dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. Dari grafik  6 di atas diketahui bahwa nilai rata-rata IKM berdasarkan kemampuan petugas pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 3.05 dengan nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa (3.41) dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang  (2.55). Kemampuan petugas di Bidang Keagamaan  dalam memberikan pelayanan sangat berhubungan dengan beban tanggung jawab seorang petugas. Untuk itu dalam rangka meningkatkan kapsitas dan kemampuan petugas di Bidang Keagamaan ,  Kementerian Agama Kab. Sumbawa terus berupaya mengikutsertakan tenaga di Bidang Keagamaan  untuk mengikuti pelatihan yang sesuai dengan kompetensinya termasuk dorongan untuk mengikuti seminar dalam rangka peningkatan wawasan petugas di Bidang Keagamaan . Upaya tersebut sampai saat ini telah dirasakan oleh masyarakat luas sehingga kemapuan petugas tersebut telah mendapat pengakuan yang dibuktikan dengan nilai IKM untuk indikator kemampuan petugas memperoleh nilai 3.05 dengan kata lain indikator ini dapat dikategorikan baik

Nilai IKM Kecepatan Pelayanan Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kecepatan pelayanan menggambarkan target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Dari grafik  7 di atas diketahui bahwa nilai rata-rata IKM berdasarkan kemampuan petugas pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 2.96. Meskipun pada indikator ini kecepatan pelayanan sudah dikategorikan baik, akan tetapi jika dibandingkan dengan indikator yang lain, nilai rata-rata kecepatan pelayanan merupakan nilai paling rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan pelayanan, diantaranya yaitu kemampuan petugas, sarana dan prasarana pendukung, kenyamanan dalam melakukan pelayanan dan lain-lain.  Kementerian Agama Kab. Sumbawa Kabupaten Sumbawa telah berupaya untuk mencarikan solusi dari permasalahan yang ditemui. Akan tetapi, keterbatasan dana yang ada selalu menjadi faktor utama dalam mengatasi masalah peningkatan jumlah sarana / prasarana di KUA Kecamatan  yang pada akhirnya berpengaruh dalam penyelesaian pekerjaan pelayanan kepada masyarakat.

Nilai IKM Berdasarkan Keadilan  Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Keadilan pelayanan menggambarkan pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. Dari grafik  8 di atas diketahui bahwa nilai rata-rata IKM berdasarkan keadilan pelayanan pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 3.04 dengan nilai IKM tertinggi yaitu di KUA Kecamatan  Sumbawa (3.37) dan nilai terendah yaitu di KUA Kecamatan  Ropang  (2.73). Dari 23 unit pelayanan, hanya 8 KUA Kecamatan  dengan nilai IKM dibawah 3. Hal ini menunjukkan bahwa petugas di Bidang Keagamaan  dalam memberikan pelayanan tidak membedakan golongan / status masyarakat.

Penyebab terjadinya perbedaan layanan diantaranya adalah perbedaan status sosial dan status ekonomi. Jika dilihat karakteristik responden yang dilayani di KUA Kecamatan  sebagai unit pelayanan di Bidang Keagamaan  tingkat pertama,  sangat sedikit peluang untuk terjadinya ketidakadilan pelayanan karena pada umumnya masyarakat yang dilayani tidak terlalu heterogen.

Nilai IKM Berdasarkan Kesopanan dan Keramahan Petugas Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kesopanan dan keramahan menggambarkan sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. Dari grafik 9 terlihat bahwa nilai rata-rata IKM kesopanan dan keramahan petugas pelayanan di Lingkungan  Kementerian Agama Kab. Sumbawa   adalah 3.05. Dua KUA Kecamatan  dengan nilai IKM terendah adalah KUA Kecamatan  Ropang  dan KUA Kecamatan  Tarano yaitu 2.47 dan 2.73.

Kesopanan dan keramahan petugas sangat berkaitan erat dengan penilaian subyektif Masyarakat. Keahlian, kecepatan pelayanan serta prosedur pelayanan akan tidak bermakna apabila petugas sudah dianggap tidak sopan / tidak ramah oleh masyarakat. Untuk itu perlu upaya pemecahan masalah secara bersama-sama terutama KUA Kecamatan  dengan nilai terendah seperti KUA Kecamatan  Tarano  dan KUA Kecamatan  Ropang .

Nilai IKM Berdasarkan Kewajaran Biaya Pelayanan  Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kewajaran biaya pelayanan menggambarkan keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. Grafik 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata IKM kewajaran biaya pelayanan di Kemenag  Sumbawa adalah 3.06. Dua KUA Kecamatan  dengan nilai tertinggi adalah KUA Kecamatan  Sumbawa dan KUA Kecamatan  Plampang  dengan nilai 3.43 dan 3.29. KUA Kecamatan  Sumbawa adalah KUA Kecamatan  yang berada di daearah   perkotaan sedangkan KUA Kecamatan  Plampang  adalah KUA Kecamatan  yang berada di daerah Kota Kecamatan . Akan tetapi jika dilihat dari indikator kewajaran biaya pelayanan, 2 KUA Kecamatan  ini mempunyai rata-rata tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa masih dapat dijangkau oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Nilai IKM Berdasarkan Kepastian Biaya Pelayanan  Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kepastian biaya pelayanan menggambarkan kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Di Kabupaten Sumbawa berdasarkan grafik 11 terlihat nilai rata-rata IKM kepastian biaya pelayanan adalah 3.1. Dua KUA Kecamatan  dengan nilai rata-rata IKM tertinggi yaitu KUA Kecamatan  Sumbawa (3.51) dan KUA Kecamatan  Plampang  (3.44). Sama halnya dengan perbandingan KUA Kecamatan  Sumbawa dan KUA Kecamatan  Plampang , KUA Kecamatan  Sumbawa dan KUA Kecamatan  Plampang  adalah 2 KUA Kecamatan  yang bertolak belakang. Satu di daerah perkotaan, sedangkan KUA Kecamatan  Plampang  berada di Kecematan   . Akan tetapi kedua KUA Kecamatan  ini mampu memberikan contoh pelayanan secara transparan dengan tidak membedakan daerah.

Nilai IKM Berdasarkan Kepastian Jadwal Pelayanan  Pelayanan  Bidang Keagamaan  Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kepastian jadwal pelayanan menggambarkan pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Di Kabupaten Sumbawa, nilai rata-rata IKM kepastian jadwal pelayanan berdasarkan grafik 12 adalah 3.04. Adapun KUA Kecamatan  dengan nilai IKM terendah yaitu KUA Kecamatan  Batu Lanteh  (2.57) dan KUA Kecamatan  Ropang  (2.62). Nilai IKM ini masih dikategorikan baik walaupun ada beberapa KUA Kecamatan  yang perlu mendapat perhatian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti KUA Kecamatan  Ropang   .

Nilai IKM Berdasarkan Kenyamanan Lingkungan   Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Kenyamanan lingkungan menggambarkan kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. Nilai rata-rata IKM di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 3.03

KUA Kecamatan  Ropang  dan KUA Kecamatan  Tarano merupakan KUA Kecamatan  dengan nilai IKM terendah yaitu 2.53 dan 2.75.

Kemenag  Sumbawa setiap tahunnya terus berupaya melengkapi sarana di Bidang Keagamaan  di KUA Kecamatan  guna memberi rasa nyaman kepada pasien. Begitu juga dengan aspek kebersihan lingkungannya. Kemenag  Sumbawa secara rutin melakukan penilaian K3 terbaik KUA Kecamatan  dan memberikan reward kepada KUA Kecamatan  pemenang.

Nilai IKM Berdasarkan Keamanan Pelayanan Bidang Keagamaan

Tahun 2014 – 2015

Sumber: Survei IKM, Diolah, 2014-2015

Keamanan pelayanan menggambarkan terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko‑resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Nilai rata-rata IKM keamanan pelayanan di Lingkungan Kemenag  Sumbawa adalah 3.09. Adapun 2 KUA Kecamatan  dengan nilai keamanan pelayanan tertinggi adalah KUA Kecamatan  Sumbawa dan Plampang  (3.48 dan 3.32)

  1. Indeks Kepuasan Masyarakat di Masing-Masing Unit Pelayanan Di Bidang Keagamaan

Berdasarkan hasil pengolahan data IKM unit pelayanan di Bidang Keagamaan  di kabupaten Sumbawa, diperoleh gambaran IKM di masing-masing unit pelayanan sebagaiberikut :

HASIL PENGOLAHAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT
DILINGKUNGAN  KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA  KABUPATEN SUMBAWA
TAHUN 2014-2015
NO UNIT PELAYANAN NILAI MUTU LAYANAN KINERJA UNIT PELAYANAN PRIORITAS PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN
1  KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA 75.27 B BAIK Kepastian Jadwal Pelayanan
2 KUA LAB. BADAS 76.53 B BAIK Kepastian Jadwal Pelayanan
3 KUA BATULANTEH 69.92 B BAIK Kecepatan Pelayanan
4 KUA ALAS BARAT 74.33 B BAIK Kecepatan Pelayanan
5 KUA MOYO HULU 77.04 B BAIK Kecepatan Pelayanan
6 KUA MOYO UTARA 77.93 B BAIK Kenyamanan Lingkungan
7 KUA SUMBAWA 84.89 B BAIK Prosedur Pelayanan
8 MAN SUMBAWA 75.47 B BAIK Kecepatan Pelayanan
9 KUA BUER 73.90 B BAIK Persyaratan Pelayanan
10 KUA MOYO HILIR 77.04 B BAIK Keadilan Mendapat Pelayanan
11 KUA ALAS 79.02 B BAIK Kesopanan & Keramahan Petugas
12 KUA UNTER IWES 80.03 B BAIK Persyaratan Pelayanan
13 KUA PLAMPANG 81.57 B BAIK Prosedur Pelayanan
14 KUA TARANO 77.56 B BAIK Kedisiplinan Petugas
15 KUA LAPE 74.48 B BAIK Kewajaran Biaya Pelayanan
16 KUA LUNYUK 73.97 B BAIK Kejelasan Petugas Pelayanan
17 KUA LOPOK 75.64 B BAIK Kecepatan Pelayanan
18 KUA MARONGE 76.02 B BAIK Kesopanan & Keramahan Petugas
19 KUA UTAN 73.06 B BAIK Kecepatan Pelayanan
20 KUA RHEE 73.39 B BAIK Kenyamanan Lingkungan
21 KUA EMPANG 81.13 B BAIK Kejelasan Petugas Pelayanan
22 KUA ORONG TELU 69.71 B BAIK Kedisiplinan Petugas
23 ROPANG 64.16 B BAIK Kesopanan & Keramahan Petugas
IKM UNIT PELAYANAN DI BIDANG KEAGAMAAN  KABUPATEN SUMBAWA *) 78.84 B BAIK Kecepatan Pelayanan

Sesuai dengan Kep Men PAN Nomor :KEP/25/M.PAN/2/2004, dengan nilai 78,84 maka pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa dikategorikan BAIK dengan Peningkatan Mutu Pelayanan Pada Indikator Kecepatan Pelayanan.

 Adapun prioritas pembinaan terhadap peningkatan mutu pelayanan di Bidang Keagamaan  berdasarkan rata-rata nilai IKM adalah : a). KUA Kecamatan  Ropang  dengan nilai : 64,16 ; b).  KUA Kecamatan  Orong Telu  dengan nilai : 69,71 1); dan c).  KUA Kecamatan  Batu Lanteh  dengan nilai : 69,92;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB  VII

Kajian Pelaksanaan Manajemen Kinerja

di Kemenag Kabupaten Sumbawa:

 

Kinerja birokrasi Kementerian Agama dalam penyelenggaraan pelayanan publik sering mendapat kritikan. Hal ini memaksa Kemenag  untuk melakukan perbaikan manajemen pelayanan publik. Salah satunya adalah dengan melakukan reformasi birokrasi. Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah di Indonesia telah memprakarsai reformasi birokrasi seperti penerapan pakta Integritas untuk mendukung terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih. Namun kenyataannya masih belum memuaskan. Kebijakan ini belum mampu menghasilkan perbaikan kehidupan masyarakat. Praktek KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik masih terus berlangsung. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel masih amat jauh dari kenyataan.

Analisa  ini bertujuan mengetahui pelaksanaan manajemen kinerja Kementerian Agama di Kabupaten Sumbawa dalam mewujudkan pelayanan prima. Selanjutnya penelitian ini bertujuan merumuskan strategi yang tepat untuk memperbaiki manjemen pelayanan Kementerian Agama dalam mewujudkan pelayanan prima.

Melalui Analisa deskriptif survey dikumpulkan data sekunder berupa dokumen dan data primer diperoleh melalui observasi/pengamatan, kuesioner dan wawancara di  satker  di Kabupaten Sumbawa.

  1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kabupaten Sumbawa

Organisasi Kementerian Agama saat ini memasuki lingkungan  pelayanan yang kompetitif yang menuntut organisasi Kementerian Agama memiliki karakteristik pelayanan yang efektif, efisien, cepat, fleksibel, terpadu dan inovatif. Oleh karenanya pembaharuan manajemen pelayanan publik oleh Kementerian Agama merupakan suatu keharusan. Pembaharuan manajemen pelayanan oleh birokrasi Kementerian Agama di Kabupaten Sumbawa yang diteliti telah banyak dilakukan. Langkah-langkah kongkrit yang telah dijalankan untuk mewujudkan pelayanan prima sebagai upaya untuk keluar dari berbagai masalah birokrasi pelayanan publik dan merespon tuntutan perkembangan masyarakat seperti peningkatan kinerja pelayanan dasar (pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya) . Peningkatan pelayanan yang cukup menonjol di Kabupaten Sumbawa adalah pelayanan Administrasi, Penyelenggaraan Haji dan umrah  dan Pelayanan Nikah di KUA dengan menggunakan SIMKAH. Kemenag Kabupaten Sumbawa telah mencanangkan dan mengembangkan pola Payanan   Plus dengan pendekatan one stop service (OSS). Pendekatan ini merupakan perkembangan terbaru dalam sektor pemerintahan yang bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik dengan outlet pelayanan pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya yang terintegrasi. Pola ini mempermudah layanan pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya dan menghindari prosedur yang panjang dan berbelit-belit dan menghemat biaya waktu dan tenaga. Pola ini di Kabupaten Sumbawa dilengkapi dengan alternatif pengajuan aplikasi pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya melalui SIMKAH, SISKOHAT, dan EMIS  untuk meningkatkan akses publik terhadap pelayanan   pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya Kabupaten Sumbawa  . Sementera wilayah Kabupaten Sumbawa sangat luas, sebahagian penduduknya tinggal jauh dari ibu kota kabupaten. Selain itu saat ini juga sedang diupayakan menyebarkan Aplikasi pelayanan Berbasis IT  untuk memudahkan masyarakat mengajukan aplikasi tanpa harus berbelit belit .

Semua layanan yang diberikan oleh Kemenag  Kabupaten Sumbawa dilakukan dengan prosedur standar pelayanan. Petugas memberikan informasi yang yang akurat mengenai proses  yang diajukan, persyaratan, batas waktu, dan biaya untuk setiap Pelayanan yang dilakukan pemohon disertai kwitansi sebagai bukti pembayaran. Demikian juga setiap dokumen persyaratan yang diserahkan pemohon.

          Untuk setiap layanan yang diberikan oleh Kemenag , pemohon diberi formulir umpan balik (feedback) untuk mengetahui apakah mereka puas dengan layanan yang diterima. Formulir feedback ini diarsipkan dan kemudian dievaluasi setiap bulan oleh Kemenag  dan dapat diminta oleh tim monitoring penyedia layanan atau pihak lain yang berkepentingan. Lebih jauh lagi untuk menilai kinerja Kemenag Kab. Sumbawa masyarakat dapat mengajukan keluhan melalui kotak pos  . Sarana kotak pos ini bertujuan untuk menyeddiakan saluran keluhan masyarakat terhadap layanan publik serta masalah dan tanggungjawab Kemenag Kab. Sumbawa. Sedangkan untuk menindaklanjuti keluhan tersebut telah dibentuk  sebuah kelompok kerja (task force) yang dilengkapi dengan prosedur penanganan keluhan. Sejak 2014  pemerintah Kabupaten Sumbawa sudah membuat jaringan Email ZI WBK ( Zona Integritas )    secara signifikan telah menjadikan layanan  lebih efisien. Keputusan untuk menerapkan pelayanan   plus dengan pendekatan one stop service (OSS) diawali dengan penilaian secara teliti terhadap akses serta dengan melakukan seleksi jenis Pelayanan yang akan dilayani oleh Kemenag Kab. Sumbawa

Tampak bahwa upaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang berorientasi kepada kepuasan masyarakat (pelayanan prima) sudah banyak dilakukan. Upaya tersebut telah mencakup semua jenis layanan baik pelayanan dasar maupun pelayanan umum yang meliputi pelayanan barang, penyediaan jasa  dan pelayanan administrasi   (pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya)

  1. Penilaian Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik

Keberhasilan organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik ditentukan oleh kemampuan organisasi Kementerian Agama menghasilkan value terbaik bagi masyarakat. Oleh sebab itu perlu dipaparkan penilaian masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Penilaian  masyarakat pengguna layanan publik terhadap pelayanan Publik di Kabupaten Sumbawa cukup beragam mulai dari citra yang baik sampai buruk seperti terlihat pada gambar 2 berikut:

Gambar 2

Administrasi Pelayanan

               Sumber: Data Primer 2009

Dari grafik di atas terlihat penilaian masyarakat sangat beragam. Masyarakat yang menilai pelayanan baik berjumlah 41%, yang menilai sedang berjumlah 21% dan yang menilai rendah berjumlah 38%. Dari pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian masyarakat pengguna jasa pelayanan antara tinggi dan rendah adalah hampir seimbang. Artinya meskipun Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa telah melakukan berbagai perbaikan pelayanan publik, namun belum sepenuhnya mampu mendongkrak persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik. Perlu waktu yang lama untuk merubah penilaian masyarakat terhadap pelayanan publik.

  1. Penilaian Masyarakat Terhadap Pelayanan Administrasi

Berikut ini akan diuraikan penilaian masyarakat terhadap pelayanan administrasi di Kabupaten Sumbawa. Peneliti menggunakan indikator indeks kepuasan masyarakat seperti terlihat pada tabel 1 berikut:


Tabel 1

Penilaian Masyarakat Pengguna Jasa terhadap   pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya i

di Kabupaten Sumbawa

No Indikator Penilaian Indeks
1.             Kemudahan prosedur pelayanan 8.3
2.             Kesesuaian persyaratan pelayanan dengan jenis pelayanannya 6.5
3.             Kejelasan dan kepastian petugas yang melayani 7.5
4.             Kedisiplinan petugas dalam memberikan pelayanan 6.5
5.             Tanggung jawab petugas dalam memberikan pelayanan 6.4
6.             Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan 7.0
7.             Kecepatan pelayanan 6.4
8.             Keadilan untuk mendapatkan pelayanan 4.8
9.             Kesopanan dan keramahan petugas dalam memberikan pelayanan 7.8
10.          Kewajaran biaya untuk mendapatkan pelayanan 7.6
11.          Kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan 8.1
12.          Ketepatan pelaksanaan terhadap jadwal waktu pelayanan 7.7
13.          Kenyamanan di lingkungan unit pelayanan 8.2
14.          Keamanan pelayanan 8
15.          Nilai Rata-rata 7.10

Sumber: Data Primer 2014-2015

1.0 –  4.0   = rendah

4,1 –  7.0   = sedang

7.1 – 10  t = tinggi

Berdasarkan indikator indeks kepuasan masyarakat di atas diperoleh diketahui bahwa hampir seluruh variabel penilaian termasuk kategori tinggi. Variabel tertinggi secara keseluruhan berturut-turut adalah: variable kemudahan prosedur pelayanan (8.3), kenyamanan di lingkungan unit pelayanan (8.2) dan kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan (8.1). Data tersebut menunjukkan bahwa beberapa aspek reformasi pelayanan adiministrasi telah berhasil membuat masyarakat puas terhadap layanan administrasi. Sementara indeks yang termasuk rendah adalah pada variabel keadilan untuk mendapatkan pelayanan (4.1) meskipun termasuk kategori sedang.

Dari beberapa pandangan masyarakat terlihat kecenderungan bahwa pandangan masyarakat terhadap pelayanan administrasi dan perizinan sudah mulai baik sementara pandangan yang menyangkut pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya masih cenderung negatif. Pendapat dan kesan masyarakat tersebut perlu menjadi cermin untuk memahami kekurangan dan kelemahan birokrasi. Aparatur dan pejabat yang bersedia bercermin terhadap pendapat kritis masyarakat akan dapat memperbaiki dirinya dan sistem manajemen pelayanan tanpa harus berusaha membela dirinya atau mencari dalih untuk alasan pembenar.

 

  1. Penerapan Sistem Pengendalian Manajemen Pelayanan Publik Kementerian Agama

4.1.  Struktur Sistem Pengendalian Manajemen Pelayanan Publik di Daerah Kabupaten Sumbawa

Model organik yang ditawarkan oleh New Public Manajemen dimana unit pelayanan publik bertujuan mengejar maksimalisasi kepuasan, fleksibilitas, dan pengembangan sudah banyak diterapkan pada unit-unit pelayanan di Kemenag  Kabupaten Sumbawa. Di antaranya pembentukan SOTK sudah mulai menerapkan prinsip pemecahan organisasi menjadi unit-unit yang lebih kecil. Salah satu wujud pembentukan struktur organisasi yang dipecah menjadi unit-unit kerja yang lebih kecil yang ditemukan di Kemenag Kabupaten Sumbawa adalah pembentukan sistem pelayanan satu pintu seperti yang telah diterapkan di Kantor Pelayanan Umum dan pelayanan pendidikan, Pelayanan Haji dan Umrah, Pelayanan Nikah, Pelayanan Keagamaan Lainnya.

Selain itu Kabupaten Sumbawa juga telah melakukan reorganisasi dengan menggabungkan beberapa Satker  yang memiliki tupoksi dan memberikan pelayanan yang hampir sama. Reorganisasi ini ternyata masih ditemui berbagai kendala. Di antaranya adalah adanya duplikasi tugas antarlembaga, adanya urusan yang pemerintahan yang belum terwadahi dalam organisasi yang telah ada dan adanya beban tugas seatu lembaga yang terlalu berat. Paling tidak reorganisasi yang telah dilakukan berhasil sedikit  merampingkan birokrasi untuk mencapai efisiensi. Konsekuensinya banyak pejabat yang kemudian tidak lagi memiliki jabatan struktural.

Penerapan manajemen profesional pada organisasi Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa mensyaratkan ditentukannya batasan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta deskripsi kerja yang jelas dari setiap pegawai. Hal ini telah didukung oleh Keputusan Bupati bahwa dalam melaksanakan tugasnya Kepala Kemenag Kab. Sumbawa,  berkewajiban melakukan pengkajian dan analisis tugas-tugas di unit mereka masing-masing dan saling koordinasi baik dengan sesama unit maupun dengan pejabat fungsional yang ada pada unit bersangkutan.

Perumusan tupoksi dan uraian tugas adalah penting untuk semua struktur yang ada. Kabupaten Sumbawa sudah cukup serius dalam hal perumusan dan penerapan uraian tugas pokok dan fungsi serta rincian tugas jabatan. Masing-masing pegawai dirumuskan secara rinci dengan format sebagai berikut: 1). Nama Jabatan, 2) Unit Kerja, 3) Tugas pokok, 4) Rincian/uraian Tugas dan  5) Hasil Kerja. Dokumen ini dijadikan sebagai “file meja” (file yang wajib diletakkan di meja setiap pegawai sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan). Keuntungan dari adanya “file meja” ini adalah hampir seluruh staf mengetahui rincian tugas yang harus dikerjakan dan hasil yang harus dicapai dan dilaporkan kepada atasan.  Namun tidak semua pimpinan  yang mengoptimalkan pemanfaat uraian tugas tersebut. Padalah jika uraian tugas tersebut  dimanfaatkan dapat membantu pimpinan dalam menilai kinerja seluruh stafnya.

Penerapan manajemen profesional dalam pelayanan publik oleh organisasi Kementerian Agama mengharuskan adanya kejelasan wewenang dan tanggungjawab masing-masing unit penyelenggara pelayanan publik. Pengalaman pelayanan publik yang baik dengan adanya pelimpahan kewenangan yang jelas dan komitmen dari semua pimpinan unit kerja   untuk mewujudkan pelayanan prima dapat ditemukan di Kantor Pelayanan Umum dan Kemenag Kab. Sumbawa di Kemenag Kabupaten Sumbawa.

Jejaring informasi dalam suatu organisasi bertujuan untuk mempersatukan berbagai komponen yang membentuk organisasi dan berbagai organisasi dalam jejaring organisasi (organization network) untuk kepentingan pelayanan publik. Kemenag Kabupaten Sumbawa telah memanfaatkan teknologi informasi berupa internet dalam pembentukan jejaring informasi selain tetap menggunakan cara-cara konvensional seperti pertemuan, apel pagi, atau melalui kertas seperti memo.

Sistem penghargaan dalam organisasi publik adalah suatu sistem yang digunakan untuk mendistribusikan penghargaan kepada aparatur birokrasi.   sistem pendistribusian penghargaan Kabupaten Sumbawa kepada karyawan masih difokuskan kepada manajemen puncak seperti pejabat eselon tertinggi. Semakin tinggi posisinya dalam struktur, semakin semakin besar insentif yang ia dapatkan. Asumsinya adalah orang yang berada pada struktur yang lebih tinggi memiliki tanggungjawab yang lebih besar pula dalam pencapaian tujuan organisasi.

Sistem penghargaan seperti ini banyak dkeluhkan oleh informan terutama para staf dan pejabat level bawah. Menurut mereka pada lingkungan birokrasi sekarang ini dimana para pejabat tidak lagi mampu menjalankan sendiri seluruh misi organisasinya tanpa didukung oleh bawahan maka sistem reward dan punishment pun harus dirubah. Kalau pemerintah mau meningkatkan kinerja stafnya maka sistem penghargaan harus didasarkan kepada kinerja. Orang yang memiliki beban tanggung jawab yang lebih berat dan menunjukkan pencapaian kinerja yang lebih baik harus mendapatkan reward yang lebih baik meskipun secara struktural eselonnya sama atau lebih rendah.

Salah satu sistem penghargaan yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa adalah sistem insentif pada memberikan insentif kepada pegawai yang berhasil menghemat anggaran, mencegah kebocoran anggaran, yang melaporkan penyimpangan yang berdampak terhadap pelayanan publik,  . Selain itu insentif prestasi efisiensi diberikan kepada unit kerja yang dapat mengefisienkan anggaran (belanja tidak langsung)  . Selain itu Kabupaten Sumbawa juga menerapkan pemberian tunjangan Kinerja  berdasarkan beban tanggungjawab terhadap tupoksi dan tingkat kehadiran. Insentif yang diberikan dapat berupa uang, kenaikan pangkat istimewa, promosi jabatan, kesempatan mengikuti pendidikan/pelatihan/lokakarya ke daerah lain atau luar negeri.

Sementara itu penerapan pemberian punishment juga diberikan bagi pegawai  yang tidak hadir 1 hari dipotong tunjangan daerahnya 4%, Bagi pegawai yang terlambat datang dipotong 0.5% perjam keterlambatan. Pelaksanaan hukuman dilakukan setelah pegawai yang bersangkutan ditegur sekali atau dua kali terhadap tindakan indisiplinernya. Selain pemotongan hukuman dapat diberikan berupa penundaan kenaikan pangkat atau gaji berkala sebagai akibat tindakan indisipliner.

4.2. Proses Sistem Pengendalian Manejemen Pelayanan Publik

Manajemen profesional juga membutuhkan sistem perencanaan dan pengendalian manajemen. Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen sektor publik merupakan tahap-tahap yang harus dilalui untuk mewujudkan tujuan organisasi. Proses perencanaan dan pengendalian manajemen sektor publik terdiri atas beberapa tahap, yaitu: perumusan strategi, perencanaan  strategik, pembuatan program, penganggaran, implementasi, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan umpan balik.

4.2.1. Perumusan Strategi

Penerapan sistem perencanaan dan pengendalian manajemen di Kabupaten Sumbawa secara formal telah dilakukan. Dalam perumusan strategi, semua daerah yang diteliti telah merumuskan visi, misi, arah pembangunan Keagamaan . Bahkan visi, misi tersebut telah diturunkan menjadi visi, misi dan tujuan setiap satker . Persoalan yang sering ditemukan  adalah visi dan misi belum mampu dijadikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan organisasi seperti yang dikemukan oleh model entrepreneural government (EG). Banyak keluhan yang dikemukakan oleh pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik bahwa kebanyakan pegawai di unit mereka baik pimpinan maupun staf tidak mampu menghayati visi dan misi baik visi dan misi daerah maupun visi dan misi  organisasi. Hasil survey kepada staf di berbagai unit pelayanan di Kabupaten Sumbawa tentang kemampuan staf menghayati visi dan misi daerah dan visi dan misi Kemenag Kab. Sumbawa sebahagian besar (56%, N=100) mengatakan bahwa mereka tidak mampu menghatinya. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh para pegawai sebagai penyebab mereka tidak mampu menghayati visi dan misi Kemenag Kab. Sumbawa mereka adalah seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Faktor Penyebab Visi dan Misi tidak dihayati oleh Pegawai (N=100)

No Penyebab tidak mampu menghayati visi dan misi daerah dan SKPD %
1. Visi dan misi terlalu abstrak sehingga sulit dipahami 42.328%
2. Staf tidak pernah dilibatkan dalam perumusan visi dan misi 37.60%
3. Kurang dikomunikasikan kepada staf 29.75%
4. Visi dan misi hanya merupakan slogan belaka 23.45%
5. Visi dan misi terlalu panjang sehingga sulit diingat 44.75%

                   Sumber : Data Primer 2014-2015

4.2.2nPerencanaan Strategik

Penerapan perencanaan strategik sebagai bagian dari sistem perencanaan dan pengendalian manajemen publik di Kabupaten Sumbawa secara formal juga telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hasil perencanaan strategis ini di Kabupaten Sumbawa kemudian diimplementasikan dalam bentuk program-program yang konkrit. Tahap ini merupakan tahap yang paling krusial dalam proses perencanaan pembangunan  di bidang agama dan keagamaan termasuk hal ini peningkatan pelayanan publik di daerah.

4.2.3nPenyusunan Program dan Anggaran

Secara umum proses pemograman ini di Kabupaten Sumbawa sudah mengikuti tahapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah  Kementerian Agama menyiapkan draft rencana kerja, kemudian draft tersebut dibawa ke dalam musyawarah perencanaan (musrencan )  Hasil Musrencanlah dijadikan sebagai rancangan akhir rencana Kegiatan . Hambatan yang sering ditemukan adalah performa kinerja di Kemenag Kab. Sumbawa  baru sampai  pada tahap administrasi belum sampai ke filosofinya. Terdapat keterbatasan aparatur yang menjamin transparansi dalam proses penyusunan program dan anggaran.  .

Dalam proses perencanaan seperti digambarkan di atas menurut penuturan banyak informan (N=14) masih banyak ditemukan persoalan tarik-menarik kepentingan sektoral. Di Kemenag Kabupaten Sumbawa, masing-masing Satker  mengajukan  rancangan tersebut tidak mendukung pencapaian perumusan strategis (visi, misi dan tujuan) dan perencanaan strategik serta jauh dari skala prioritas Kemenag . Padahal menurut hasil Pantauan dan Pengamatan  dalam sistem perencanaan sekarang program dan kegiatan yang diajukan adalah merupakan alat kebijakan untuk mencapai sasaran dan tujuan.

4.2.4nImplementasi Program

Persoalan umum yang dihadapai oleh seluruh Satker di Kemenag Kab. Sumbawa  yang diteliti adalah masalah keterlambatan pencairan anggaran APBN, sehingga sulit untuk mengaitkan antara sistem penganggaran dengan sistem pemantauan kinerja. Keterlambatan ini bisa dimulai dari keterlambatan Kementerian Agama mengajukan ke DPR  atau bisa juga keterlambatan pembahasan di Kemenag RI sendiri . Hal ini berdampak terhadap terhadap kinerja aparatur. Pada akhir tahun anggaran sering kegiatan dipadatkan sementara di awal tahun banyak aparatur seperti tidak bekerja. Dapat dikatakan bahwa diawal tahun kinerja aparatur sering rendah tapi kinerja tersebut tiba-tiba meningkat menjelang akhir tahun anggaran. Sebenarnya dalam aturan bulan Januari  semua kegiatan sudah harus dikerjakan. Tetapi dalam pelaksanaannya jangankan Januari, Bulan April RKA KL saving, Bintang, dan lain sebagainya sehingga  anggaran bias di realisasikan. Jadi pendeknya  , kinerja baru bisa dimonitoring tentu setelah  APBN cair. Selain itu banyak kegiatan baik fisik maupun non fisik yang pelaksanaannya terganggu karena keterlambatan anggaran, dan Kemampuan Team Pokja ULP dan PBJ,  menyebabkan keterlambatan administrasi sehingga berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan.

4.2.5 Pemantauan

Implementasi rencana memerlukan pemantauan. Hasil setiap langkah yang direncanakan perlu diukur untuk memberikan umpan balik bagi pemantauan pelaksanaan anggaran, program, dan inisiatif strategik. Hasil implementasi rencana juga digunakan untuk memberikan informasi bagi pelaksana tentang seberapa jauh target telah berhasil dicapai, sasaran strategik telah berhasil diwuiudkan, dan visi organisasi dapat dicapai. Dalam pelaksanaan program, Kabupaten Sumbawa telah menetapkan Team ZI ( Zona Integritas ) berkewajiban memantau dan mengevaluasi Program Kerja dan Kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing satker . Sangat beragam gaya pemantauan evaluasi yang dilakukan oleh Satker dan Kantor KUA Kec. .

4.3    Penerapan Manajemen Berbasis Kinerja dalam Pelayanan Publik

Tahap awal dari manajemen kinerja pelayanan publik adalah tahap perencanaan kinerja pelayanan. Tahap ini merupakan tahap awal dan paling kritis dari keseluruhan proses manajemen kinerja pelayanan. Pada tahap awal biasanya organisasi penyelenggara pelayanan publik harus menetapkan kriteria kinerja pelayanan, target kinerja pelayanan dan indikator kinerja pelayanan sebagai bentuk kontrak kinerja. Dalam tahap perencanaan kinerja pelayanan antara pihak pemberi pelayanan dengan pihak pengguna jasa pelayanan harus membuat kontrak kinerja pelayanan untuk menetapkan kriteria kinerja dan menilai kinerja unit penyelenggara pelayanan.

Berdasarkan analisis terhadap dokumen lakip di beberapa Satker  terlihat bahwa masih banyak tim perencana kinerja di Satker di Lingkungan kemenag Kab. Sumbawa  yang belum memahami teknik penyusunan perencanaan kinerja. Banyak target kinerja yang tidak jelas dan tidak terukur. Untuk merumuskan perencanaan kinerja (target kinerja dan indikator kinerja pelayanan untuk level individual sebagai bentuk kontrak kinerja masing-masing aparatur tampaknya masih merupakan obsesi. Pemerintah Kabupaten Sumbawa telah mencoba menyusun kriteria, target, indikator kinerja staf namun belum tuntas. Menurut informan sulit merumuskan kriteria, target, indikator kinerja staf di lingkungan Kementerian Agama karena di sektor ini pekerjaan aparatur sering tidak jelas, tidak konstan, sulit diukur.

4.4n Penekanan Yang Lebih Besar Terhadap Pengendalian Output dan  

       Outcome

Salah satu perubahan terpenting terkait dengan penekanan dan pengendalian output dan outcome ini adalah adanya reformasi anggaran, yaitu penggunaan anggaran kinerja untuk menggantikan anggaran tradisional (line item & incremental budget). Namun dalam pelaksanaannya masih banyak Satker dan Seksi atau DIPA  yang diteliti dalam mengukur output Kurang  berdasarkan kenyataan yang ada. Output yang diperoleh sering digambarkan maksimal tanpa menggunakan alat ukut yang sahih. Misalnya kegiatan pelatihan dan Pembinaan  di Kabupaten Sumbawa, outcome-nya adalah meningkatnya pengetahuan operator sebesar 100%. Tingkat keberhasilan sebesar 100% masih saja dilihat berdasarkan penggunaan anggaran dan bukan berdasarkan hasil yang sebenarnya. Hal yang sama dapat dengan mudah diamati dalam laporan akuntabilitas kinerja masing-masing Satker dan DIPA   di Kemenag Kabupaten Sumbawa.

4.5nMenciptakan Persaingan di Sektor Publik

Tujuan menciptakan persaingan di sektor publik tersebut adalah untuk menghemat biaya. Untuk itu perlu dilakukan mekanisme kontrak dan tender kompetitif dalam rangka penghematan biaya dan peningkatan kualitas serta privatisasi. Untuk organisasi Kementerian Agama yang diteliti praktek ini telah banyak dilakukan. Ada daerah yang membuat kontrak dengan swasta seperti kontraktor bangunan atau konsultan perencana, LSM dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat atau relawan (volunteer). Dalam konteks ini beberapa tugas pelayanan publik tertentu yang menjadi tanggungjawab Kementerian Agama telah diserahkan ke pihak swasta atau pihak ketiga untuk menanganinya.

Namun masih banyak jenis pelayanan yang sebenarnya dapat diserahkan namun tetap dijalankan oleh aparatur Kementerian Agama seperti  perawatan dan pemeliharaan aset pemerintah dan sebagainya, sehingga pekerjaan sering tidak efektif dan efisien.

 Dari pandangan  di atas dapat diketahui meskipun gagasan penyerahan pekerjaan tertentu dalam pelayanan publik kepada pihak ketiga hasilnya lebih baik yaitu selain lebih efisien juga dapat mendorong sektor swasta dan sektor ketiga untuk berkembang, namun jika pelaksanaannya sarat praktek dengan KKN maka hasilnya tentu tidak optimal bahkan lebih merugikan.

4.6nDisiplin dan Penghematan Penggunaan Sumber Daya

Pembaharuan manajemen mensyaratkan organisasi sektor publik dapat memberikan perhatian yang besar terhadap penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien. Doktrin NPM menghendaki organisasi sektor publik melakukan penghematan sumber daya melalui pemangkasan biaya-biaya langsung (direct costs) yaitu pemotongan biaya yang seharusnya tidak perlu. Pemerintah misalnya perlu melakukan pengendalian pengeluaran.

Upaya penerapan disiplin dan penghematan penggunaan sumberdaya  dengan memberikan insentif kepada aparatur. Kemenag Kabupaten Sumbawa telah menerapkan kebijakan pemberian Tunjangan  kepada aparatur berupa Tunjangan Kinerja   dalam rangka penerapan Pakta Integritas yang mulai diberlakukan sejak Januari 2014 karena mampu melakukan penghematan dan efisiensi dengan mencegah kebocoran. Selain itu bagi aparatur yang melaporkan penyimpangan dalam pelaksanaan Pakta Integritas yang ternyata berdampak pada pelayanan publik, maupun pengadaan barang (secara khusus) memperoleh nilai secara komulatif akan diberikan sebagai hadiah/reward. Insentif juga diberikan bagi unit kerja yang berhasil menghemat anggaran (belanja tidak langsung) yang diberikan 20 % dari anggaran yang diefisienkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VIII

HASIL PENGUKURAN PELAYANAN BIDANG PELAYANAN

HAJI DAN UMRAH

 

Dari keseluruhan kuesioner (150 kuesioner) dapat terisi dengan baik sehingga dapat diolah dan dianalisis lebih lanjut. Dari hasil pengolahan terhadap kuesioner yang telah terisi tersebut, diperoleh hasil sebagai berikut :

Hasil Pengukuran Berdasarkan 14 Unsur Pelayanan Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Berdasarkan Keputusan Menpan KEP/25/M.PAN/2/2004 memuat 14 unsur pelayanan yang harus diukur, yaitu :

  • Prosedur Pelayanan;
  • Persyaratan Pelayanan;
  • Kejelasan Petugas Pelayanan;
  • Kedisiplinan Petugas Pelayanan;
  • Tanggung jawab Petugas Pelayanan;
  • Kemampuan Petugas Pelayanan;
  • Kecepatan Pelayanan;
  • Keadilan Mendapatkan Pelayanan;
  • Kesopanan dan Keramahan Petugas;
  • Kewajaran Biaya Pelayanan;
  • Kepastian Biaya Pelayanan;
  • Kepastian Jadwal Pelayanan;
  • Kenyamanan Lingkungan;
  • Keamanan Pelayanan.

Berdasarkan pengukuran terhadap kualitas 14 unsur pelayanan tersebut diperoleh hasil skor  Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) : 80,18 dengan angka Indeks sebesar  81,38  maka kinerja unit pelayanan ini berada dalam mutu pelayanan B dengan kategori BAIK, karena berada dalam nilai interval konversi Indeks Kepuasan Masyarakat  – 62,51 – 81,25. Sebagaimana diketahui bahwa kategorisasi mutu pelayanan berdasarkan indeks adalah sebagai berikut

Tabel 1

Kategorisasi Mutu Pelayanan

Nilai Interval IKM Nilai Interval Konversi IKM Mutu Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan
1,00 – 1,75 25,00 – 43,75 D TIDAK BAIK
1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C KURANG BAIK
2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B BAIK
3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A SANGAT BAIK

Tabel 2

Nilai Rata-rata (NRR) dan Indeks Kepuasaan Masyarakat

(IKM) 14 Unsur Pelayanan

No. UNSUR PELAYANAN NILAI RATA-RATA (NRR) IKM
U1 Prosedur pelayanan     3,200    
U2 Persyaratan pelayanan   3,093    
U3 Kejelasan petugas pelayanan   3,193    
U4 Kedisiplinan petugas pelayanan 3,173    
U5 Tanggung jawab petugas pelayanan 3,200    
U6 Kemampuan petugas pelayanan 3,220    
U7 Kecepatan pelayanan     3,207    
U8 Keadilan mendapatkan pelayanan 3,173    
U9 Kesopanan dan keramahan petugas 3,153    
U10 Kewajaran biaya pelayanan   3,360    
U11 Kepastian biaya pelayanan   3,327    
U12 Kepastian jadwal pelayanan   3,347    
U13 Kenyamanan lingkungan   3,247    
U14 Keamanan pelayanan 3,280    

Rata-rata nilai dari suatu unsur pelayanan menunjukkan penilaian masyarakat terhadap unsur pelayanan tersebut. Unsur­-unsur pelayanan dengan nilai rata-rata atau nilai interval IKM 3,26 atau BAIK merupakan unsur-unsur pelayanan yang perlu dipertahankan.

          Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa unsur yang memiliki Nilai
(NRR) tertinggi adalah Kewajaran biaya pelayanan dan Kepastian jadwal pelayanan (rata-rata 3,36), sedangkan unsur dengan Nilai Rata-Rata (NRR) terendah adalah unsur Persyaratan  pelayanan (rata-rata 3,09). Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelayanan paling tinggi diperoleh dari Kewajaran biaya pelayanan dan Kepastian jadwal pelayanan, sedangkan pada Persyaratan  pelayanan memberikan tingkat kepuasaan paling rendah. Nilai Rata-Rata semua unsur sudah lebih dari 3,25 (rata-rata 3,26) hal ini menggambarkan bahwa penilaian masyarakat terhadap unsur pelayanan KPPD DIY di Kabupaten Gunungkidul  pada umumnya baik dan sudah merasa puas dengan unsur-unsur pelayanan tersebut. Akan tetapi unsur-unsur dengan NRR kurang dari 3,26 perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, maka yang perlu diprioritaskan adalah pada unsur yang mempunyai nilai paling rendah. Sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan. Dari 14 (empat belas) unsur yang ditetapkan seluruhnya dapat dikategorikan sudah mencukupi unsur nilai Indeks Kepuasan Masyarakat di atas 80,18 mutu pelayanan B (Baik).

Proses menciptakan pelayanan publik yang berkualitas, maka ke-14 unsur pelayanan di atas harus ditingkatkan kembali khususnya unsur Persyaratan pelayanan (Penilaian rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat sebesar 3,09). Selain itu ada 9 (sembilan) unsur lain yang harus dipertahankan dan ditingkatkan pada Unit pelayanan Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Kab. Sumbawa Tahun 2014 – 2015   yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan 5 (lima) unsur lainnya kualitas pelayanan perlu diperbaiki dan ditingkatkan adalah :

a. Persyaratan pelayanan        3,09
b. Kesopanan dan keramahan petugas    3,15
c. Keadilan mendapatkan pelayanan       3,17
d. Kedisiplinan petugas pelayanan        3,17
e. Kejelasan petugas pelayanan        3,19

 

BAB IX

KESIMPULAN

  1. BIDANG PELAYANAN KEAGAMAAN NON PHU

          Berdasarkan hasil analisis hasil pengukuran IKM unit pelayanan di Bidang Keagamaan  di Kabupaten Sumbawa Tahun 2014-2015 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Indeks per unsur pelayanan di Bidang Keagamaan  di Lingkungan  Kementerian Agama Kab. Sumbawa   dengan nilai rata-rata terendah adalah indikator kecepatan pelayanan.
  2. KUA Kecamatan  dengan nilai IKM tertinggi adalah KUA Kecamatan  Sumbawa yaitu 84.89 dan nilai IKM terendah yaitu KUA Kecamatan  Ropang  dengan nilai 64.16
  3. Mutu pelayanan di Bidang Keagamaan  di Lingkungan Kemenag  Sumbawa berdasarkan Kepmenpan Nomor : KEP/25/M.PAN/2/2004 dikategorikan BAIK
  4. Peningkatan mutu pelayanan diprioritaskan pada indikator  kecepatan pelayanan.
  5. Prioritas pembinaan terhadap peningkatan mutu pelayanan di Bidang Keagamaan  berdasarkan rata-rata nilai IKM adalah :
  1. KUA Kecamatan  Ropang  dengan nilai : 64,16
  2. KUA Kecamatan  Orong Telu dengan nilai : 69,71 1).
  3. KUA Kecamatan  Batu Lanteh  dengan nilai : 69,92
  1. Pada dasarnya Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, manusiawi, murah, tidak diskriminatif, dan transparan. Berbagai program pembangunan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sudah banyak dilakukan oleh Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa . Peningkatan pelayanan tersebut mencakup hampir semua sektor pelayanan yaitu pelayanan dasar dan pelayanan umum (barang, jasa dan Pelayanan NIKAH, Haji dan Umrah ).
  2. Secara umum kualitas pelayanan di daerah Kabupaten Sumbawa telah mengalami perbaikan . Namun, upaya-upaya perbaikan yang telah ditempuh oleh Kementerian Agama tersebut nampaknya Kurang optimal. Salah satu indikator yang dapat dilihat adalah pada fungsi pelayanan publik masih bersifat birokratis dan sedikit  mendapat keluhan dari masyarakat karena masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya serta tingkat keterjangkauannya masih rendah terutama untuk pelayanan dasar dan pelayanan umum/elayanan NIKAH, Haji dan Umrah  . Upaya perbaikan terus dilakukan .
  3. Penilaian masyarakat terhadap kualitas pelayanan birokrasi Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa cukup tinggi (41%). Sedangkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan umum berdasarkan indeks kepuasan masyarakat hampir seluruh indikator penilaian termasuk kategori tinggi. Variable kemudahan prosedur pelayanan (8.3), kenyamanan di lingkungan unit pelayanan (8.2) dan kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan (8.1). Data tersebut menunjukkan bahwa beberapa aspek reformasi pelayanan adiministrasi telah berhasil membuat masyarakat puas terhadap layanan administrasi.
  4. Reformasi manajemen pelayanan Kementerian Agama melalui penerapan elemen-elemen new public management di Kemenag melalui penerapan manajemen profesional seperti penyempurnaan sebahagian komponen sistem perencanaan dan pengendalian manajemen sektor publik. Beberapa kelemahan masih ditemui antara lain:
    1. Masih banyak visi dan misi unit penyelenggara pelayanan publik yang belum disesuaikan dengan perubahan lingkungan pelayanan yang terjadi secara radikal. Sehingga visi dan misi unit penyelenggara pelayanan publik  tersebut belum mampu menggerakkan organisasi kearah peningkatan kinerja pelayanan. Selain itu banyak pegawai unit penyelenggara pelayanan publik tidak memahami dan menghayati visi-misi   karena terlalu panjang, abstrak, tidak terukur dan sulit dicapai.
    2. Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) belum sepenuhnya didasarkan kepada visi dan misi daerah, gagasan memecah organisasi menjadi unit-unit yang lebih kecil di tiap-tiap daerah ternyata mengalami banyak kendala terutama dalam hal pendelegasian wewenang.
    3. Kabupaten Sumbawa belum memiliki sistem penghargaan seperti pemberian tunjangan Kinerja  berdasarkan merit system yaitu belum didasarkan kepada kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai. Sistem penilaian kinerja pegawai yang objektif, praktis standar dan dapat diandalkan sebagai dasar pendistribusian tunjangan Kinerja  yang berorientasi pada asas keadilan  .
    4. Kabupaten Sumbawa belum menyusun sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) yang didasarkan kepada kinerja pegawai.
    5. Dari segi pernyataan pegawai ditemukan masalah pendistribusian pegawai belum merata, kualitas SDM aparatur (kecakapan, keterampilan dan keahlian) belum sesuai dengan kebutuhan, ketidakjelasan kebutuhan organisasi, tupoksi sering tidak sesuai dengan ketersediaan SDM, Sedangkan dalam penataan jabatan struktural belum sesuai dengan kompetensi. Dalam hal mutasi maupun promosi sering rancu dan bias kepentingan.
    6. Para pengguna layanan serta stakeholders pelayanan belum dijadikan pusat perhatian dalam menyusun standar pelayanan sehingga kesenjangan antara produk pelayanan dengan kepentingan masyarakat selalu terbentang luas dalam penyelenggaraan pelayanan di Kabupaten Sumbawa.

  1. Kesimpulan Bidang Pelayanan Haji dan Umrah
  2. Secara umum kualitas pelayanan pada Unit pelayanan Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Kab. Sumbawa dipersepsikan Sangat Baik oleh masyarakat penggunanya. Hal ini terlihat dari Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang diperoleh yaitu berkisar di antara : 62,51 – 81,25. Nilai IKM yang diperoleh yaitu : pada 14 unsur pelayanan = 80,18
  3. Unsur pelayanan yang dianggap paling memuaskan oleh responden adalah Persyaratan pelayanan dan Kepastian jadwal pelayanan serta unsur Kepastian biaya pelayanan (rata-rata 3,35) dan yang dianggap kurang memuaskan adalah unsur-unsur Persyaratan pelayanan (rata-rata 3,09).
  4. Dari 14 unsur pelayanan ada 5 (lima) unsur yang memiliki NRR dibawah rata-rata (3,25). Kelima unsur ini Persyaratan pelayanan perlu diperbaiki, agar tingkat kepuasan pengguna layanan merasa sangat puas. Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Persyaratan pelayanan        3,09
2. Kesopanan dan keramahan petugas    3,15
3. Keadilan mendapatkan pelayanan       3,17
4. Kedisiplinan petugas pelayanan        3,17
5. Kejelasan petugas pelayanan        3,19

Dari kelima unsur yang kualitasnya perlu prioritas diperbaiki, yaitu : Persyaratan pelayanan, Kesopanan dan keramahan petugas, Keadilan mendapatkan pelayanan, Kedisiplinan petugas pelayanan, Kejelasan petugas pelayanan.

  1. Rekomendasi
    1. Perlu upaya untuk mempertahankan kualitas pelayanan yang sudah ada, dengan melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan secara konsisten terutama mempertahankan kejelasan dan kepastian petugas pelayanan serta kenyamanan lingkungan.
    2. Perlu upaya peningkatan kualitas pelayanan yang masih kurang baik, agar tingkat kepuasan masyarakat terhadap Persyaratan pelayanan pada Unit pelayanan Bidang Keagamaan Kemenag Kab. Sumbawa mendatang lebih baik lagi dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.
  • Meningkatkan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab petugas melalui pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan etos kerja atau motivasi petugas dan menetapkan standardisasi internal mengenai sikap layanan serta disiplin kerja.
  1. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kemudahan pelanggan dalam mengajukan keluhan melalui pembentukan satuan kerja yang berfungsi menerima dan memproses keluhan pelanggan serta menyediakan media yang mudah diakses oleh pelanggan seperti saluran telepon bebas pulsa, sms, email, dan atau kotak saran.
  2. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap petugas dalam memberikan pelayanan. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah: (1) memberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi petugas, (2)    memberikan informasi secara komunikatif kepada pelanggan.
  3. Perlu pemberian penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi dan terus memotivasi untuk mendapatkan prestasi di masa yang akan datang serta mempertimbangkan kesejahteraan petugas pelayanan dalam bentuk insentif khusus.
  • Kegiatan penyusunan IKM dapat terus dilaksanakan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kualitas pelayanan publik dengan membandingkan IKM terdahulu secara berkala, jika mungkin survey dilakukan secara periodik (3 sampai dengan 6 bulan sekali atau sekurang-kurangnya 1 tahun sekali) secara berkelanjutan, sehingga dapat dilakukan perubahan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik.
  1. Saran
  2. Perlu dilakukan redefinisi visi, misi unit penyelenggara pelayanan publik dan pembuatan struktur organisasi berdasarkan visi daerah.
  3. Perlu dilakukan pembaruan teknologi informasi dalam membangun jejaring informasi
  4. Penyusunan sistem penghargaan berdasarkan kinerja
  5. Melakukan perbaikan manajemen kepegawaian dalam mengelola pelayanan publik yaitu: penataan aparatur daerah, pembentukan pusat penilaian pegawai dan penyusunan standar kompetensi dan kualifikasi jabatan.
  6. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, dengan cara pembentukan forum multistakeholder, pelembagaan kontrak pelanggan (citizens’ charter), pembentukaan lembaga penampung pengaduan masyarakat.

 

  1. Tindak Lanjut

Dari ke lima kelemahan tersebut yang antara lain : Persyaratan pelayanan, Kesopanan dan keramahan petugas, Keadilan mendapatkan pelayanan, Kedisiplinan petugas pelayanan, Kejelasan petugas pelayanan ditindak lanjuti dengan rapat internal untuk diberikan pembinaan dan membuat komitmen bersama untuk memperbaiki keadaan dilapangan dengan membirikan solusi dan membuat terobosan agar kesalahan tidak akan terulang kembali dan selalu ditingkatkan dalam segi kepuasan pelanggan untuk sesalu menjaga etika yang baik demi kepuasan pelanggan dalam hal ini para wajib pajak dan Stakeholder   .

 

 

Tentang KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN SUMBAWA

1. Visi “Terwujudnya Masyarakat Sumbawa Taat Beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri dan Sejahtera Lahir Batin, serta mewujudkan Good Government di lingkungan Kemenag Sumbawa ” 2. Misi a. Mengembangkan masyarakat yang religius, cerdas, sehat jasmani dan rohani, santun, dan harmonis. b. Mendorong peningkatan kwalitas pengamalan nilai – nilai religius dalam kehidupan bermasyarakat serta menjunjung tinggi semangat toleransi. c. Memperkuat keberadaan lembaga sosial keagamaan sebagai benteng pertahanan ummat. d. Mendorong perkembangan lembaga pendidikan keagamaan sebagai media straregis peningkatan kwalitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang beriman dan berdaya saing. e. Mengupayakan pelayanan yang cepat, tanggap dan prima sebagai wujud nyata pengabdian kepada masyarakat. f. Mewujudkan tata laksana manajemen yang bersih, berwibawa, terbuka dan bertanggung jawab.
Pos ini dipublikasikan di RENSTRA BIMAS ISLAM, RENSTRA PADA PENDIS, Tak Berkategori, VISI DAN MISI. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar